Terkini.id – Ibu rumah tangga bernama Valencya (45) dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Karawang, Jawa Barat, Kamis, 11 November 2021.
Tuntutan itu diberikan karena memarahi suaminya Chan Yung Ching yang sering mabuk. Valencya dituntut atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) psikis kepada suaminya.
“Saya enggak nyangka, bukan nangis lagi kayak mau pingsan juga. Engga nyangka karena sudah dituntut gitu saya harus gimana, sedangkan saya ibu tunggal,” kata Valencya di Kantor PWI Karawang, seperti dikutip dari Kompas, Selasa, 16 November 2021.
Kata Valencya, suaminya alkoholik. Bahkan, kalau ada temannya di rumah suaminya bisa minum sampai pagi.
“Ia memang alkoholik, di rumah itu sering minum. Kalau ada temannya itu bisa sampai pagi,” ungkapnya.
Lebih ujah, ia mengaymtakan selama dua tahun dua bulan sudah tiga dilaporkan suaminya ke polisi. Bukan hanya itu, ibu Valencya yang berusia 80 tahun juga sempat dilaporkan suaminya dan beberapa kali diperiksa polisi.
Valencya pun mengaku tak menyangka omelannya kepada sang suami dijadikan alat bukti saat dia dilaporkan ke polisi. Padahal dalam hatinya ingin Chan Yung Ching kembali.
“Tapi tahunya setelah saya gugat cerai itu yang digunakan untuk membuat laporan, untuk mengintimidasi saya. Dijadikan alat bukti dan transkipnya juga dipengga-penggal,” ujarnya.
Melansir Kompas, buntut dari tuntutan satu tahun penjara terhadap Valencya, sembilan jaksa dari Kejari Karawang dan Kejati Jabar diperiksa oleh Kejaksaan Agung RI.
“Pelaksanaan Eksaminasi Khusus telah dilakukan dengan mewawancarai sebanyak 9 orang baik dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, serta Jaksa Penuntut Umum (P-16 A),” Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan pers, Senin, dikutip dari TribunJabarid.
Leonard menjelaskan pihaknya menduga para jaksa yang bertugas tidak memiliki sense of crisis dalam menuntut perkara tersebut.
“Temuan hasil eksaminasi khusus itu adalah proses prapenuntutan sampai penuntutan yang dilakukan baik dari Kejaksaan Negeri Karawang dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan,” jelasnya.
Selain itu, Leo menjelaskan proses penuntutan dinilai melanggar sejumlah arahan pimpinan Kejaksaan Agung RI.
Di antaranya, pedoman Nomor 3/2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Pidana Umum, Pedoman Nomor 1/2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Perkara Pidana, hingga Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung yang menjadi kaidah pelaksanaan tugas penanganan perkara.
“Hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan,” tegasnya.