Gawat! Ibu Kota Afghanistan Kabul Diprediksi Jatuh ke Tangan Taliban dalam 90 Hari

Gawat! Ibu Kota Afghanistan Kabul Diprediksi Jatuh ke Tangan Taliban dalam 90 Hari

Effendy Wongso
Redaksi

Tim Redaksi

Terkini.id, Kabul – Gawat! Ibu kota Afghanistan Kabul diprediksi jatuh ke tangan Taliban dalam 90 hari. Terkait semakin gencarnya serangan gerilyawan Taliban yang merebut banyak wilayah di Afghanistan pasca militer Amerika Serikat (AS) dan sekutunya NATO angkat kaki, maka diperkirakan milisi bersenjata itu mampu merebut Ibu Kota Kabul dalam waktu 90 hari.

Bahkan menurut perkiraan, Taliban mampu mengepung Ibu Kota Kabul dalam 30 hari lagi jika militer Afghanistan tidak berdaya membendung serangan mereka.

“Tapi ini bukan kesimpulan yang sudah pasti,” kata seorang sumber yang merupakan pejabat di Kementerian Pertahanan Amerika Serikat atau Pentagon, seperti dilansir dari Reuters via CNNIndonesia, Kamis 12 Agustus 2021.

Sumber itu mengatakan, militer Afghanistan sebenarnya bisa membalikkan keadaan dan lebih gencar menyerang Taliban.

Salah satu sumber yang mengetahui prediksi itu, mengungkapkan mereka juga menggambarkan berbagai skenario, termasuk perebutan wilayah dari Taliban yang berlangsung lebih cepat dari dugaan, medan pertempuran, dan kemungkinan kesepakatan antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.

Baca Juga

Menurut seorang pejabat Uni Eropa, Taliban kini menguasai 65 persen wilayah Afghanistan dan mengancam akan mengambil alih 11 ibu kota provinsi di sana.

Pertempuran sengit antara Taliban dan pasukan Afghanistan kembali memicu gelombang pengungsi menuju Kabul yang bentang alamnya dikelilingi lembah dan pegunungan. Alhasil, akses menuju ibu kota negara macet lantaran gelombang pengungsi.

Bahkan, ada kemungkinan milisi Taliban menyusup dengan menyamar menjadi pengungsi.

“Yang ditakutkan adalah pelaku bom bunuh diri memasuki markas diplomatik untuk menakut-nakuti, menyerang, dan memastikan semua orang pergi secepat mungkin,” beber salah seorrang sumber keamanan.

Generasi muda di Afghanistan saat ini juga khawatir Taliban akan kembali berkuasa, dan malah memicu perang saudara. Mereka cemas hak-hak wanita dan kebebasan media akan direnggut kembali jika Taliban berkuasa.

Kebangkitan Taliban belakangan ini mengejutkan banyak pihak, terutama pemerintah Afghanistan dan para sekutunya. Kelompok itu terus meningkatkan serangan sambil berusaha merebut Kabul dan wilayah lainnya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price menjelaskan, serangan yang dilakukan Taliban bertentangan dengan kesepakatan yang diteken pada 2020 lalu.

“Menyerang ibu kota provinsi dan menargetkan warga sipil tidak sesuai dengan semangat kesepakatan,” tegasnya.

Taliban, sebut Ned Price, berkomitmen untuk membangun dialog soal kesepakatan damai yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan menyeluruh.

“Semua indikasi setidaknya menunjukkan Taliban justru mengejar kemenangan di medan perang,” sambungnya.

Sementara itu, Taliban membantah menargetkan atau membunuh warga sipil. Mereka juga meminta penyelidikan independen dilakukan.

“Kami tidak menargetkan warga sipil atau rumah mereka di wilayah manapun, melainkan operasi telah dilakukan dengan sangat cermat dan hati-hati,” jelas Juru Bicara Taliban, Shuail Shaheen dalam pernyataan resminya.

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih seribu warga sipil tewas dalam sebulan terakhir. Sementara itu, Komite Internasional Palang Merah mengatakan sejak 1 Agustus 2021 sekitar 4.042 orang terluka akibat peperangan Taliban dan Afghanistan dirawat di 15 fasilitas kesehatan.

Ned Price juga mengatakan, AS tengah berusaha memimpin konsensus internasional mengenai perlunya kesepakatan damai, mengingat Taliban merebut wilayah yang berbatasan dengan Tajikistan, Uzbekistan, Iran, Pakistan, dan China yang meningkatkan kekhawatiran keamanan regional.

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan, para pemimpin Taliban mengatakan kepadanya awal tahun ini mereka tidak akan berunding dengan pemerintah Afghanistan selama Ashraf Ghani tetap menjadi presiden.

Ghani sendiri sempat menyalahkan AS lantaran menarik pasukan secara tiba-tiba pada Mei 2021 lalu. Hal tersebut dianggap berimbas pada situasi keamanan yang semakin buruk. Namun, AS menyatakan tidak menyesali keputusannya untuk menarik pasukan.

Mereka juga mendesak pemimpin Afghanistan agar memperjuangkan Tanah Air mereka sendiri.

“Afghanistan perlu menentukan apakah mereka memiliki kemauan politik untuk melawan, dan apakah mereka memiliki kemampuan untuk bersatu sebagai pemimpin untuk melawan,” tegas Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki di Washington.

Ghani juga berusaha mengumpulkan para komandan milisi pro pemerintah untuk turut mempertahankan kota terbesar di utara, Mazar-i-Sharif, agar tidak direbut Taliban.

Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.