Kalahkan Kebanyakan Manajer di Indonesia, Ini UMR Buruh di Jepang
Komentar

Kalahkan Kebanyakan Manajer di Indonesia, Ini UMR Buruh di Jepang

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Kalahkan kebanyakan manajer di Indonesia, ini UMR buruh di Jepang. Penetapan upah minimum atau sering disebut upah minimum regional (UMR) selalu menarik perhatian banyak orang, baik para pekerja itu sendiri maupun pemangku kepentingan dalam pemerintahan. Pasalnya, di banyak negara kebijakan UMR menyangkut hajat hidup orang banyak, baik pengusaha, pekerja, maupun keluarganya.

Sebagaimana yang ada di Indonesia, sejumlah negara maju juga menggunakan skema upah minimum per wilayah, Jepang salah satunya. Nah, berapa UMR buruh di Negeri Sakura?

Jepang memiliki ketentuan terkait UMR, yang pada dasarnya selalu diperbarui setiap tahun. Setiap daerah atau prefektur memiliki tingkat upah minimum upah yang berbeda-beda.

Kendati demikian, secara rata-rata nasional UMR Jepang saat ini adalah berkisar 900 yen atau Rp 116.400 per jam.

Seperti dilansir dari Nikkei Asia via kompascom, Minggu 26 September 2021, pada tahun ini sebuah komite pemerintah Jepang yang mengurusi masalah ketenagakerjaan, mengusulkan kenaikan upah minimum Jepang sebesar 28 yen per jam pada 2022.

DPRD Kota Makassar 2023

Artinya, secara rata-rata upah minimum Jepang mengalami menjadi 930 yen per jam. Jepang sendiri merupakan negara yang menggunakan standardisasi upah per jam.

Kenaikan upah sebesar itu merupakan usulan kenaikan tertinggi. Sebelumnya, rekor kenaikan upah minum tertinggi adalah pada 2019. Di sini, pemerintah Jepang memutuskan kenaikan upah minimum 27 yen per jam.

Sejauh ini, Tokyo menjadi prefektur dengan upah minimum tertinggi di Jepang, yaitu sebesar 1.041 yen atau jika dirupiahkan sebesar Rp 134.600 per jam apabila usulan kenaikan UMR berlaku.

Prefektur Kochi dan Okinawa masing-masing akan memiliki UMR terendah di Jepang, sekitar 820 yen atau setara Rp 106.000 per jam.

Sebagai ilustrasi, seorang buruh buruh yang bekerja di Tokyo delapan jam per hari dalam 22 hari kerja selama sebulan, maka berhak mendapatkan UMR sebesar 183.216 yen atau jika dirupiahkan sebesar Rp 23.696.000 juta per bulannya.

Sementara itu, dengan asumsi yang sama untuk Prefektur Okinawa, seorang buruh yang bekerja di sana berhak mendapatkan UMR sebesar 144.320 yen atau Rp 18.665.400 per bulan.

Kendati UMR tersebut merupakan standar minimal pengupahan pekerja di Jepang, dengan kata lain perusahaan bisa saja memberikan upah di atas UMR yang ditetapkan tersebut.

Sebelumnya di era Perdana Menteri Shinzo Abe, pemerintah Jepang menaikkan UMR sebesar tiga persen selama empat tahun berturut-turut.

Seperti diwartakan Reuters, Komite di Kementerian Tanaga Kerja Jepang sudah merekomendasikan kenaikan UMR nasional sebesar tiga persen di 2022 kepada Perdana Menteri Yoshihide Suga.

Kenaikan UMR di Jepang diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga selama masa pandemi Covid-19, sehingga bisa mendongkrak pertumuhan ekonomi nasional.

“Akan lebih baik jika upah minimum dinaikkan ke tingkat tertentu, jadi ini adalah hasil yang positif,” terang pengamat ekonomi di NLI Research Institute, Taro Saito.

Bahkan, beberapa kalangan mendorong pemerintah Jepang menaikkan UMR sebesar seribu yen pada tahun depan agar mendorong ekonomi selama masa pandemi.

Akan tetapi, tampaknya usulan tersebut sulit terealisasi lantaran bakal mendapat penolakan keras dari para pengusaha.

“Secara keseluruhan, kinerja perusahaan perusahaan kembali seperti sebelum pandemi, jadi ini adalah langkah yang tepat untuk mengembalikan kenaikan upah ke kondisi normal,” imbuh Taro Saito.