Kisruhnya Negara

Kisruhnya Negara

HZ
M Ridha Rasyid
Hasbi Zainuddin

Tim Redaksi

DALAM dua pekan terakhir, pelbagai unjuk rasa kita saksikan langsung maupun melalui media televisi. Mulai dari mahasiswa, relawan, ulama, tokoh masyarakat bahkan sampai pelajar pun turun ke jalan. Berbagai isu mereka kemukakan, yang pada pokoknya meminta segera langkah dan tindakan nyata atas berbagai hal yang menerpa negeri ini.

Antara lain, mereka kemukakan soal kebakaran hutan dan lahan, kekerasan di Papua yang hingga saat ini sudah ribuan warga pendatang terancam keamanannya, pengesahan Revisi UU KPK, bergulirnya sejumlah RUU termasuk KUHP yang minta segera di bahas, terakhir kita diwacanakan pemindahan ibu kota negara yang bakal jadi pusat pemerintahan.

Berbagai isu yang berkembang ini tidak dibarengi dengan penjelasan pemerintah secara detail, sehingga informasi yang berkembang menjadi liar. Diskusi warung kopi yang demikian tanpa kendali menjadikan persepsi masyarakat atas persoalan persoalan itu berbeda dengan cara pandang pemerintah.

Pada saat yang sama DPR sebagai lembaga yang membahas bersama pemerintah, di ujung sisa masa jabatan “menggedor” dan terkejar waktu yang begitu singkat untuk menyelesaikan Rancangan Undang-Undang.

Meskipun kita tahu, bahwa mekanisme dan prosedur sudah terpenuhi, namun substansi RUU itu sendiri makin “lucu” dengan narasi pasal per pasal yang tumpang tindih bahkan “kabur” pengertiannya. Walaupun tidak semua pasal dari berbagai RUU itu terasa aneh, tetapi kecermatan dalam menyusun sebuah aturan patut menjadi acuan utama.

Bukan karena dalih akan ada revisi lanjutan bila diperlukan, juga adanya mekanisme hukum dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Institusi. Tidak sesederhana itu masalahnya. Sebuah rancangan undang undang haruslah dilandasi naskah akademik yang komprehensif, berbagai fakta mengemuka, aspek sosial masyarakat sebagi obyek hukum, juga pertimbangan kekuasaan demi keberlangsungan sebuah negara itu dipertaruhkan.

Tulisan singkat ini bukan secara teknis mencabik cabik isi dari sejumlah RUU termasuk UU KPK hasil revisi, tapi mendeskripsikan secara umum dari perspektif pemerintahan. Yang pada hemat saya, bahwa pertaruhan wibawa pemerintah tatkala sudah mengundangkan satu aturan wajib untuk mempertahankannya apapun resikonya.

Pemerintahan itu adalah institusi yang diberi mandat oleh rakyat untuk menyelenggarakan administrasi, pembangunan, penyediaan pelayanan dasar yang bermuara pada terwujudnya kesejahteraan rakyat. Oleh sebab pemerintah merupakan lembaga resmi yang mengatur rakyat–bukan justru mau dikendalikan oleh rakyat– karena itu akan merubah makna hadirnya pemerintahan. Sehingga rakyat merasa terayomi, terlindungi, terealisasikan keinginannya oleh adanya pemerintahan yang bekerja untuk kepentingan rakyatnya. Maka, pemerintah menjadi lembaga yang sah mengatur bahkan memaksa untuk mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan.

Demokrasi Pemerintahan

Arti demokrasi dalam berpemerintahan sungguh berbeda dengan pengertian demokrasi secara umum, dari, oleh, dan untuk rakyat. Demokrasi berpemerintahan harus terpenuhinya unsur penegakan hukum, keterwakilan rakyat dalam pengambilan keputusan, pelayanan publik yang mumpuni serta tumbuhnya partisasi rakyat dalam pembangunan.

Kedaulatan rakyat merupakan fondasi utama demokrasi pemerintahan. Olehnya, tidak sama demokrasi yang diidentikkan kebebasan berbagai hal berbangsa dan bernegara.

Kita ini adalah bangsa yang baru mau menapak demokrasi yang sesungguhnya. Karena demokrasi itu hanya dapat berjalan baik bila, pertama tingkat pendidikan rakyat merata pada level yang memadai, kedua, tingkat kesejahteraan dan perekonomian rakyat sudah baik. Sudah sejahtera, ketiga, supremasi hukum menjadi “panglima” bagi seluruh aspek yang ada dalam unsur demokrasi itu.

Dalam pandangan saya, kisruh yang terjadi saat ini, selain sarat dengan kepentingan politik tertentu, namun yang paling utama tidak adanya –atau paling tidak, inventarisasi kebutuhan perubahan aturan–manajemen pengelolaan perangkat hukum yang dibutuhkan. Selalu dengan dasar kebutuhan sesaat dan adanya “desakan” pihak luar yang akan berkolaborasi.

Bahwa memang demokrasi dalam berpemerintahan itu juga seyogyanya didukung oleh kepemimpinan yang kuat, cerdas, dialogis dan komunikatif, tegas dan memberi solusi yang dapat diterima oleh sebahagian besar rakyat, merupakan keniscayaan menciptakan kepemimpinan yang hebat untuk membawa demokrasi itu berjalan pada rel yang benar.

Alternatif Solusi

Masih ada kesempatan untuk bisa mencari jalan keluar sesegera mungkin atas permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini, dengan upaya dan komitmen untuk merespon isu-isu yang dibawakan oleh berbagai kelompok masyarakat itu.

Perpu bukanlah jalan terbaik bagi pemerintah mengatasi tekanan massa beberapa hari ini. Judicial review pada RUU yang telah disahkan adalah jalan alternatif terbaik sekarang. Dengan membuka ruang kepada mereka untuk membawa ke Mahkamah Konstitusi.

Menguji Undang-Undang apakah bersesuaian dengan konstitusi atau tidak. Melakukan dialog dengan masyarakat Papua secara terbuka, menindak tegas kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan, mengatasi dampak eksodus pendatang di Papua yang merasa terancam, mengatasi dampak kerusakan dan bantuan korban gempa di Maluku dan juga di talaud , Sulawesi Utara. Memang bukan sesuatu yang mudah mwnangani semua ini, tetapi pemerintah punya perabgkat yang mumpuni untuk mengatasi hal ini. Semoga.

M. Ridha Rasyid adalah Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan

Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.