Terkini.id, Makassar – Dalam satu hari, mengunjungi dua sekolah. Pertama sekolah dasar di atas gunung, SD Bontotangga, Desa Patanyamang, Camba.
Sekembalinya dari sana, berhenti di SMP Negeri 3 Camba. Beruntung, ada Masjid Tua Al Amin Camba yang menjadi tempat persinggahan. Tidak hanya salat, tetapi juga jadi tempat ngobrol.
Segera pulang ke Makassar, suasana ramadan membawa ingatan untuk segera pulang. Sehingga bisa berbuka puasa di rumah. Sepanjang tiga ramadan terakhir, justru kebersamaan dengan keluarga menjadi sebuah hadiah tersendiri.
Dua hal yang menjadi catatan perjalanan hari ini, dimana otonomi memberikan kesempatan yang leluasa. Pada saat yang sama, sinergi dan kemampuan kolaborasi juga mengalami ujian.
Seorang wali siswa kemudian menceritakan betapa dia menyekolahkan anak dalam delapan tahun terakhir, tidak perlu membayar sesenpun.
- Sasar Pemilih Pemula, KPU Makassar Sosialisasi Pemilu 2024 di Sejumlah Sekolah
- Implementasikan Kurikulum Merdeka, Siswa SIT Al-Hikmah Maros Selenggarakan Manasik Haji
- Aturan Baru Pemerintah, Pakaian Adat Jadi Seragam Sekolah SD, SMP, SMA
- SIT Al-Hikmah Maros Gelar Literasi Digital Sosialisasi UU ITE dan Buka Puasa Bersama
- DPRD Sulsel Minta Dinas Pendidikan Jangan Karena Aturan Tidak Lanjut Sekolah
Hanya saja seiring dengan adanya keperluan mendesak, justru orang tua menyepakati untuk menyumbang bersama. Sehingga lapangan sekolah yang ada, masih bisa digunakan untuk aktivitas siswa.
Pengelolaan pendanaan sekolah sangat tepat, dimana adanya dana bantuan operasional sekolah yang dialokasikan berdasarkan jumlah murid atau siswa.
Pada saat yang sama, ada beberapa hal yang tidak teratasi. Itu bahkan terjadi di sekolah negeri. Pertanyaan yang mengemuka dalam percakapan di beranda masjid “bagaimana dengan sekolah swasta?”.
Bahkan ada sekolah swasta yang juga bisa mengelola pendanaan. Sebab mereka leluasa untuk mengumpulkan sumbangan berbanding dengan sekolah negeri yang serba terbatas.
Untuk setakat bersaing di kejuraan olahraga tak mampu lagi. Apalagi untuk urusan olimpiade sains. Untuk juara tiga dalam keduanya sekalipun tidak mampu lagi.
Ujian kedua, adalah soal gotong royong. Dimana adanya trisula yaitu sekolah, masjid, dan lapangan olahraga dijadikan sebagai kelas bersama.
Masjid Tua Al Amin Camba, kini sudah bersalin rupa. Tidak perlu fokus pada kata tua, justru dengan usia tua itulah kemudian kini sudah berbenah.
Peturasan yang bersih dengan ketersediaan air yang mencukupi. Begitu pula masjid yang bersih dengan karpet yang empuk. Menjadikan ibadah terlayani dengan baik dan disempurnakan dengan cara terbaik.
Belum lagi, adanya ruang untuk rehat sejenak dalam perjalanan. Beberapa kendaraan, termasuk kami yang berhenti dan menjadikan masjid sebagai masa tidak saja untuk menunaikan duhur tetapi juga rehat sejenak.
Maka, Maros masa depan adalah wujudnya kolaborasi. Dalam bahasa kita ada kata gotong royong. Termasuk dalam pengelolaan sekolah.
Dalam kawasan yang sama, ada madrasah yang sepenuhnya diawali dan dikawal sampai sekarang dengan wakaf dan kebersamaan orang tua dan masyarakat di wilayah tersebut.
Maka, pendirian dan pengelolaan madrasah sejatinya berbasis masyarakat.
Ini pula yang perlu dilakukan untuk sebuah sekolah. Sehingga pendidikan gratis tidak menghalangi kesempatan untuk wujudnya partisipasi masyarakat.
Komite sekolah dalam hal ini, menjadi sebuah kawan bekerja kepala sekolah dan perangkatnya. “Kepala sekolah tidak bisa dibiarkan bekerja sendiri,” begitu harapan seorang tokoh masyarakat yang ditemui dalam perjalanan. Masih dalam hari yang sama.
Maka, kepala sekolah ketika menjadikan komite sekolah sebagai mitra dan bukan tukang stempel, akan menjadikan kebersamaan itu sebagai upaya membangun bersama. Dimana bukan saja soal keringanan dalam bekerja, tetapi juga tercucuri keberkahan.
Maros tak cukup dengan kacamata dari kota Turikale semata. Sebuah pandangan untuk kebersamaan sudah dimulai. Dalam perencanaan pembangunan, justru bukan saja urusan musyawarah pembangunan tetapi juga dilengkapkan dengan struktur organisasi keagamaan.
Maros kini berbenah. Setelah infrastruktur yang memungkinkan perjalanan pagi dari Makassar menuju Patanyamang. Kemudian bisa melaksanakan duhur di kota Camba.
Akses sebagai modal sudah ada. Saatnya untuk mengakselerasi pembangunan manusia, sehingga daya saing akan didapatkan pada saatnya.
Ismail Suardi Wekke
Dewan Pendidikan Kabupaten Maros