Pengakuan Mantan Teroris: Terpapar dari Video-Video Pembantaian di Palestina

Pengakuan Mantan Teroris: Terpapar dari Video-Video Pembantaian di Palestina

R
Resty
Redaksi

Tim Redaksi

Terkini.id, Bogor – Hendi Suhartono, mantan narapidana teroris (napiter) mengaku bahwa ia mulai terpapar radikalisme dari video-video pembantaian umat Muslim di Palestina.

Pernyataannya itu dapat dilihat dalam video YouTube berjudul ‘Blusukan ke Markas di Sentul Bogor | AFU FT Eks Narapidana Terorisme’ yang diunggah di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored pada Senin, 19 April 2021.

Hendi Suhartono sendiri dipenjara karena terlibat dalam peristiwa ‘Teror Bom Buku’ di Utan Kayu, Jakarta Timur pada tahun 2011.

Teror Bom Buku 2011 adalah serangkaian peristiwa teror kepada beberapa tokoh dari berbagai latar belakang dengan mengirimkan paket buku berisi bom.

Dalam wawancaranya bersama Akbar Faizal, Hendi awalnya menceritakan bahwa para pelaku bom buku tidak terlibat dengan jaringan terorisme manapun.

Bahan-bahan yang mereka gunakan dalam membuat bom pun adalah bahan-bahan seadanya saja.

“Kami itu memang tidak ada bakat, tapi yang ada cuman nekat. Kami belajar bom itu dari internet. Nah, yang menguasai peracikan itu kan kawan saya yang masih di Pondok Rajeg, Pepi Fernando dan saya membantu dengan rekan-rekan. Dan memang tidak terlibat dengan jaringan lain sehingga bahan-bahan yang kami gunakan (adalah) bahan-bahan apa adanya, ya seperti petasan, karbit,” kata Hendi.

Hendi pun akhirnya divonis 12 tahun dan menjalani masa tahanan selama 7 tahun. Ia menjalani masa tahanannya itu di Nusakambangan.

Ketika ditanya Akbar Faizal soal bagaimana Hendi mulai mengalami proses deradikalisasi, ia mengatakan bahwa proses itu berawal saat ia dipenjara.

“Waktu itu kan, semua mungkin tahu Pak yah, ada baiat ISIS di sana (Nusakambangan). Nah, saya salah satu orang yang tidak ikut berbaiat dengan ISIS karena saya melihat ada kejanggalan di sana. Kenapa? Saya mempelajari atau membaca sejarah Rasulullah aja membangun umat itu perlahan. Tapi ISIS ini kan, lahir langsung besar. Ada pertangaan besar di sana bagi saya, kok bisa lahir langsung besar? Jangan-jangan ini ada apa-apanya,” ungkap Hendi.

Ketika menolak ikut baiat, ia pun dicap kafir oleh para napiter lain yang ikut baiat. Maka, ia pun mulai mengkaji adan mengubah pola pikirnya terkait jihad.

“Setelah saya kaji lagi, kaji lagi, kaji lagi, ternyata bukan jihadnya yang salah. Kalau jihad salah, mungkin pendiri NU, KH Hasyim Asyari tidak akan mengeluarkan resolusi jihad. Tapi yang salah itu waktu dan tempatnya, Pak. Waktunya kurang tepat, waktunya juga tidak tepat. Juga bukan ayat-ayat Al-quran yang salah. Kalau ayat-ayat Al-quaran yang salah, mungkin semua ulama sedunia akan mengadakan pertemuan untuk merevisi. Tapi kan yang salah itu pemahamannya, penafsirannya,” jelasnya.

Ketika Faizal Akbar menyinggung soal awal mula para teroris dapat terpapar radikalisme, Hendi mengatakan bahwa pengalamannya sendiri cukup unik.

“Bahkan kalau saya lebih unik, lewat diskusi, lewat pertemuan, lewat doktrin, saya nggak terkena gitu, enggak terpapar. Tapi lewat video. Video dari pembantain umat muslim di Palestina. Di situ mulai merasa marah,” ujarnya.

Dilansir dari Tempo.co, Hendi merupakan lulusan jurusan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bekerja di Percetakan Sablon di Batupapak pada pada tahun ia terlibat radikalisme.

Kini, setelah keluar dari penjara, ia menjadi salah satu pengurus Hubbul Wathon Indonesia 19.

Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.