Tekan Perkawinan Anak, Pemda Maros Luncurkan Lembaga LPPA
Komentar

Tekan Perkawinan Anak, Pemda Maros Luncurkan Lembaga LPPA

Komentar

Terkini.id, Makassar – Beragam Program digagas Pemerintah Kabupaten Maros untuk menekan angka perkawinan anak dan perlindungan perempuan. Salah satunya dengan melaunching lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak (LPPA). 

Peluncuran tersebut digelar di Kawasan Wisata Alam Bantimurung, Selasa, 1 November 2022.

Bupati Maros, AS Chaidir Syam mengatakan, hal itu dilakukan untuk mewujudkan Maros menuju desa ramah perempuan dan peduli anak. Untuk launching kali ini hanya enam desa yang dilibatkan sebagai desa percontohan.

“Enam desa yang terpilih yakni, desa Pabbentengan, Tukamasea, Sambueja, Bontotallasa, Marannu, dan Majannang. Keenam desa tersebut dipilih lantaran kasus perkawinan didesa tersebut cukup tinggi,” katanya.

Gugus tugas desa juga dibentuk untuk memberikan pelayanan jika terjadi kasus persoalan pada perempuan dan anak.

DPRD Kota Makassar 2023
Baca Juga

“Jika terjadi perkawinan anak dan kekerasan pada perempuan masyarakat nantinya bisa melapor ke gugus tugas yang telah kita bentuk, mereka juga akan dikuatkan dengan aturan aturan terkait perlindungan anak dan perempuan,” ucapnya.

Selain itu, enam desa tersebut dituntut untuk membuat sebuah inovasi dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Seperti yang dilakukan didesa Pabbentengan, mereka membuat tombol penik, jadi ketika terjadi perkelahian anak maka masyarakat akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut,” jelasnya.

Kemudian di desa Tukamasea juga mengalokasikan anggaran dana desanya untuk memberikan beasiswa kepada anak anak yang ada di desa tersebut.

Dengan dibentuknya lembaga tersebut diharapkan Maros bisa zero kasus dalam perkawinan anak.

“Saat ini kasus perkawinan anak di Maros masih cukup tinggi,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Maros, Fitri Adhecahya mengatakan, saat ini ada 63 anak di bawah umur mengajuka dispensasi perkawinan.

Dia menjelaskan, pernikahan perempuan yang ideal tidak boleh kurang 19 tahun. Sementara usia cukup untuk hamil, kata dia, adalah 21 tahun.

“Umpanya ada yang menikah di usia 19 tahun, kami edukasi jangan hamil dulu, nanti kalau sudah cukup usia kehamilannya, 21 tahun,” ujarnya.

Dia menyebutkan, pernikahan anak di bawah umur ini bisa memicu peningkatan stunting.

“Jika memang married by accident, kita hanya bisa mengedukasi, jangan sampai psikisnya, dia drop dan sedih itu bisa mempengaruhi tumbuh kembang bayinya juga,” tutupnya.