Salim Said: Ada Anak PKI di PDIP, Dia Bisa Balas Dendam ke Orang Islam
Komentar

Salim Said: Ada Anak PKI di PDIP, Dia Bisa Balas Dendam ke Orang Islam

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Saksi hidup Peristiwa Gerakan 30 September atau G30S PKI, Prof Salim Said, angkat bicara terkait isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia

Prof Salim mengatakan, bahwa ketakutan sebagian orang Indonesia akan bangkitnya PKI karena ada pengalaman buruk.

Pengalaman tersebut, kata Prof Salim, yakni pada zaman Nasakom sebelum Gestapu, PKI berlindung di balik Soekarno untuk menindas orang Islam.

Menurutnya, bisa saja PKI itu menyusup ke partai saat ini dan dari dalam menggunakan tangan-tangan pemerintah untuk menindas Islam.

“Jadi orang ada ketakutan jangan sampai PKI itu menyelusup ke dalam PDIP dan dari dalam menggunakan tangan pemerintah menindas orang Islam,” ujar Prof Salim dalam video yang dibagikan di kanal YouTube Egis Purnama, Selasa, 30 September 2020.

DPRD Kota Makassar 2023
Baca Juga

“Jangan lupa, ada anak PKI namanya Ribka Tjiptaning yang menulis buku bangga jadi anak PKI. Dan dia itu adalah pengurus PDIP,” sambungnya.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan Indonesia ini meyakini Ribka Tjiptaning tidak akan membentuk atau menghidupkan kembali partai komunis di Indonesia.

Namun, kata Prof Salim, dia bisa saja meminjam tangan pemerintah untuk balas dendam kepada orang Islam.

“Dia bisa menggunakan kekuasaan, meminjam tangan pemerintah membalaskan dendamnya kepada orang-orang Islam. Ini yang ditakutkan oleh orang Islam, bukan partai komunisnya, partai itu sudah bangkrut,” ujarnya.

Dalam tayangan video tersebut, Salim juga menceritakan bahwa kebangkitan PKI di Indonesia bermula dari gagasan Soekarno untuk mengembangkan ideologi Nasakom (nasionalis, Islam, dan komunis).

Gagasan itu muncul pada tahun 1926 setelah pemberontakan PKI di Jakarta dan Banten ditumpas oleh pemerintah Hindia Belanda.

“Bung Karno melihat pemberontakan itu gagal karena tidak ada persatuan, itu komunis saja. Jadi Bung Karno mengajak persatuan nasionalis, Islam dan komunis (Nasakom). Gak ada masalah waktu itu,” ujarnya.

Ia pun menceritakan pada tahun 1948 atau setelah Indonesia merdeka, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang menelan banyak korban, baik dari kalangan ulama maupun TNI.

“Sejak itu, cara orang Indonesia yang bukan komunis melihat Indonesia itu sebagai ancaman,” tuturnya.

PKI kembali melancarkan upaya kudeta pada tahun 1965 yang dikenal dengan istilah Gestapu atau Gerakan 30 September atau G30S PKI.

“Sejumlah jenderal dibunuh oleh PKI. Keadaan itu memperburuk kemungkinan mengembangkan persatuan berdasarkan Nasakom,” ungkap Salim.

“Akhirnya Bung Karno tersingkir dan Nasakom tidak dibicarakan lagi, habis sudah sejarahnya,” tambahnya.

Menurut pria berusia 77 tahun ini, peristiwa pemberontakan PKI 1948 dan 1965 terekam dalam ingatan umat Islam dan TNI yang menjadi korban PKI.

“Makanya kalau Anda lihat sekarang, penentangan terhadap rencana UU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) itu adalah orang-orang Islam dan pensiunan tentara,” ujarnya.

Salim juga menegaskan bahwa PKI tidak mungkin lagi bangkit seperti dulu. Partai komunis di dunia saat ini juga bukan sosialis lagi, tapi kapitalis.

“Komunis itu sudah bangkrut, Uni Soviet bubar, Cina jadi kapitalis, Vietnam jadi kapitalis. Ada partai komunis di negeri itu, tapi ideologi komunis tidak lagi mereka jalankan,” pungkasnya.