Terkini.id,Makassar – Korban pemukulan oleh oknum polisi saat sedang melakukan peliputan demo penolakan terhadap RUU, Muh Darwin Fatir menyampaikan kronologinya. Bagaimana kronologinya?
“Tabe izinkan saya untuk memberikan kronologi sekaligus klarifikasi terkait dengan penganiayaan dan pengeroyokan saya oleh oknum pihak kepolisian saat sedang dalam kondisi liputan,” ujar Darwin.
Ketua DPD Perhimpunan Jurnalis Indonesia ini mengaku, awal kejadian sebelum bentrokan kedua pecah. Sejumlah mahasiswa dari berbagai elemen berhasil tembus ke kantor DPRD Sulsel. Di awal berlangsung kondusif, namun setelah peserta aksi merengsek ke pintu masuk gerbang utama, terjadi adu ketegangan karena mahasiswa berusaha merubuhkan gerbang pagar kantor dewan setempat.
“Entah siapa terpancing emosi duluan. Sejumlah polisi langsung menembakkan gas air mata ke arah demonstran, disambung water canon ke arah pendemo, otomatis masa aksi berhamburan,” lanjutnya.
Lantas inilah kata Darwin, dimanfaatkan aparat membubarkan mahasiswa dengan cara represif bahkan ada beberapa oknum melempari mahasiswa dengan batu yang berlarian ke arah showroom mobil dan rumah warga berdekatan dengan lokasi bentrokan
- Ketahanan Jurnalis dan Menguatnya Otoritarianisme: Refleksi 30 Tahun AJI
- Peneliti dan Jurnalis Kolaborasi Atasi Perubahan Iklim
- Tingkatkan Wawasan, Jurnalis di Makassar Bangun Sinergi dan Kolaborasi Instansi Keuangan
- Hakim Tolak Gugatan Eks Stafsus Gubernur Sulsel Rp700 Miliar Terhadap Media dan Jurnalis
- Puluhan Jurnalis Gelar Aksi Damai depan PN Makassar
“Banyak diantara mahasiswa yang masih bertahan hingga mencoba kabur dengan memanjati pagar tembok rumah warga setempat karena sudah tersudut,” terangnya.
Beberapa oknum polisi, kata dia berlarian menangkapi mereka dan terlihat sangat emosional. Lalu memukulinya secara brutal bahkan diantara mereka ada yang berdarah-darah. Padahal mereka belum tentu pelaku kriminal apalagi melakukan aksi anarkis tapi dipukuli kaya pencuri oleh aparat.
“ Entah apa yang ada dipikiran penegak hukum kita saat itu. Karena merasa iba, saya berusaha untuk mengingatkan para aparat penegak hukum ini untuk tidak memukuli mahasiswa seperti itu,” akunya.
“Saya berusaha mengingatkan bahwa perlakuan itu diliput media imbasnya bisa berakibat pada kredibilitas kepolisian di mata publik. Karena kejadian itu fakta, maka jurnalis berhak meliputnya sebab dilindungi Undang-undang Pers,” sambungnya.
Masih kata Darwin, namun beberapa oknum kepolisian ini malah melarang meliput dan mencoba menghalang-halanginya mengambil gambar bahkan ada yang menghardik.
“Ada polisi yang menghalangi bahkan menghardik saya dengan kata-kata menantang. Saya dikerumuni mereka lantas dipukuli beramai-ramai seperti mahasiwa tadi,” akunya.
Diakui Darwin, ia beserta rekan media lain yang juga meliput berusaha mengatakan bahwa kami dari media, wartawan, tapi tetap disikat, hingga kepala kena pentungan, sampai bocor.
“Tangan lebam hingga perut dan dada masih sesak sebab dihadiahi tendangan sepatu laras dari petugas yang masih berbekas di baju putih yang saya kenakan,” urainya.
Beruntung ada Kapolrestabes Makasar memeluknya untuk diselamatkan dari amukan oknum-oknum itu hingga berhasil keluar dari zona merah tempat mereka melampiaskan kemarahannya kepada mahasiswa.
“Setelah itu saya dibawa kawan-kawan duduk sejenak lalu dilarikan ke rumah sakit Awal Bros Makassar,” imbuh alumni UIN Alauddin Makassar ini.
Lanjut Darwin, setibanya di RS Awal Bros, ia menemukan puluhan mahasiswa terkapar, sampai pihak rumah sakit pun terpaksa menyediakan ruang pelayanan sebagai Unit Gawat Darurat, karena ruang IGD sudah penuh.
“Sampai saat ini kepala saya masih sakit, dan semua badan terasa lemah usai dirawat di Rumah Sakit setempat,” pungkas Darwin.
Ia juga mengaku terpaksa untuk menuliskan kronologi yang beredar.
“Saya memaksakan menulis ini untuk meluruskan dan menyampaikan duduk persoalan sebenarnya. Apakah perlakuan aparat harus sebrutal itu, apakah selama mereka dididik diajarkan bisa memukuli saudaranya sendiri,” sambungnya lagi.
Tidakkah penanganan mahasiswa bisa lebih baik dari pada harus refresif. Kata Darwin mengingat ini adalah agenda nasional yang menggerakkan hampir seluruh mahasiswa di Indonesia. Mereka tidak dibayar untuk aksi, tapi mereka mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
Gerakan mahasiswa hari ini murni bukan bayar-bayaran yang biasanya diduga dilakukan oknum yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan kelompok dan golongannya.
“Dengan kejadian ini publik akan tergugah bahwa inilah fakta sebenarnya terjadi. Saya mohon maaf kalau ada salah kata, tapi ini adalah realita,” tutup Darwin dengan tegas.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.