Terkini.id, Jakarta – Mencuatnya isu dugaan perusahaan yang terafiliasi dengan pejabat sekelas menteri terlibat dalam jual beli alat tes PCR menjadi sorotan publik.
Tak terkecuali Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi.
Adhie mulai mempertanyakan tujuan dari pengelolaan negeri ini. Dimana alat yang dibutuhkan rakyat untuk bisa melacak kondisi diri di saat pandemi justru dijadikan ladang bisnis oleh mafia PCR.
Melihat kondisi tersebut, Adhie Massardi lantas menyebut pengelolaan negeri ini seperti mengelola sebuah pabrik.
Hal tersebut menurut Adhie bukanlah sesuatu yang aneh, sebab mayoritas menteri merupakan seorang pedagang.
- Adhie Massardi Sebut BUMN Kini Dipakai Hambat Kegiatan Saingan, Kang Dede: Mabuk Heineken Lu
- Sebut BUMN Kini Dipakai untuk Hambat Kegiatan Saingan, Adhie Massardi: Lo Kira BUMN Milik Nenek Lo?
- Adhie Massardi Sebut Anak Presiden Tak Boleh Berbisnis, Dede Budhyarto: Ternyata Anda Sontoloyo
- Adhie Massardi: Aktivis 98 yang Tak Dukung Ubedilah Badrun Berantas KKN, Wajib Ziarah Makam Pak Harto!
- Adhie Laporkan Anies hingga Ganjar ke KPK Tanpa Bukti Baru, Denny Siregar: Cuma Mau Diliput doang!
“Ini republik dikelola seperti pabrik. Kebijakan jadi produk yang bisa didagangkan karena dasarnya mereka memang pedagang,” kata Adhie mengutip pemberitaan Berita Politik RMOL, Minggu 7 November
2021.
“Yang menyangkut nyawa rakyat saja didagangkan,” sambung Adhie.
Lebih lanjut, Adhie mengatakan bahwa hal mendasar yang dibutuhkan rakyat di kala kesusahan saja dijadikan barang yang diperjualbelikan oleh perusahaan.
Adhie menilai ini tentu memberi gambaran bagaimana pemerintah membuat kebijakan lain yang berhubungan dengan rakyat.
“Jika yang nyangkut nyawa rakyat saja didagangkan bagaimana mereka tentukan tarif tol, listrik, harga BBM, dan lainnya. King of no heart alias Raja Tega,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melaporkan Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri BUMN Erick Thohir ke KPK.
Wakil Ketua Umum Partai Prima Alif Kamal mengatakan, laporan terhadap kedua menteri itu dilakukan berdasarkan hasil investigasi pemberitaan media terkait dugaan adanya keterlibatan pejabat negara tersebut dalam bisnis PCR.