Terkini.id, Jakarta – Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan presiden dua periode bisa kembali maju menjadi cawapres. Namun, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengatakan Jubir MK tersebut kurang bijaksana dalam beropini, Kamis 15 September 2022.
Jazilul menyebut pernyataan itu kurang bijaksana dan bisa memojokkan Presiden Joko Widodo. Katanya, publik mulai beropini Jokowi bakal maju di 2024 sebagai cawapres.
“Hemat saya, Jubir MK kurang bijaksana dalam mengeluarkan opini, tidak populer dan dapat memojokkan Pak Jokowi,” sebut Jazilul melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis 15 September 2022.
Jazilul mengatakan semua pihak mesti berpegang pada konstitusi. Wakil ketua MPR tersebut tidak mempermasalahkan bila masih ada wacana perpanjangan masa jabatan atau presiden tiga periode.
“Kita jaga dan hormati konstitusi, silahkan saja asal tidak bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.
- Andi Amran Sulaiman Bertemu Empat Mata dengan Presiden Jokowi, Bahas Masalah Nikel
- Rizal Ramli Singgung Sikap 'Cawe-cawe' Presiden Jokowi
- Jokowi Buka Suara Setelah KPK Tetapkan Kepala Basarnas Sebagai Tersangka
- Ibu-ibu Korban Kanjuruhan Mau Ketemu Jokowi Malah Dihalangi Aparat: Anak Saya Mati Pak !
- Johnny G Plate Bawa Nama Jokowi Ketika Sampaikan Nota Keberatan
Juru Bicara MK Fajar Laksono sebelumnya menyebut tidak ada peraturan yang melarang presiden yang dua periode kembali maju pada periode berikutnya menjadi cawapres.
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan,” bunyi pasal 7 UUD 1945.
Kata Fajar, bunyi pasal itu bukan larangan buat presiden dua periode untuk menjadi wakil presiden pada periode berikutnya. “Kata kuncinya kan, ‘dalam jabatan yang sama’,” jelasnya.
Akan tetapi, sejumlah pakar menilai tafsir Fajar keliru atas pasal tersebut.
Ketua MK pertama periode 2003-2008, Jimly Asshiddiqie menyebut Jokowi tidak memenuhi syarat untuk menjadi cawapres pada Pilpres 2024.
Dia menilai Pasal 7 UUD 1945 tak boleh hanya dibaca secara harfiah, namun mesti dibaca secara sistematis dan kontekstual. Dia kemudian menyinggung Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi:
“Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya,” bunyi dalam pasal tersebut.
Kata Jimly bunyi pasal tersebut dapat bertentangan dengan pasal sebelumnya dan tak bisa dipakai bila Jokowi maju sebagai cawapres. Karena, Jokowi yang maju sebagai wapres dapat menjadi capres.