Pengangkatan Plt Direktur PERUMDA Kanturu Molagina Sah, Tuduhan Pelanggaran Dinilai Menyesatkan

Pengangkatan Plt Direktur PERUMDA Kanturu Molagina Sah, Tuduhan Pelanggaran Dinilai Menyesatkan

Muh Nasruddin

Penulis

Terkini, Buton Selatan – Tuduhan adanya pelanggaran hukum dalam pengangkatan Direktur Sementara (Plt) Perusahaan Umum Daerah (PERUMDA) Kanturu Molagina Kabupaten Buton Selatan dinilai keliru, menyesatkan, dan berpotensi membangun opini publik yang tidak berdasar.

Sebuah klarifikasi dan pelurusan narasi menjadi penting, mengingat opini publik yang terbentuk seolah-olah telah terjadi tindakan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Daerah.

Rizki Agus Saputra Advokat dari RAS Law Firm Jakarta, menyampaikan bahwa aturan terkait syarat usia minimal 35 tahun dalam Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 dan Pasal 35 Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 secara eksplisit hanya berlaku untuk pengangkatan Direksi yang bersifat definitif, bukan bagi pejabat sementara atau pelaksana tugas (Plt).

“Perlu dipahami secara normatif, jabatan Plt atau Penjabat Sementara tidak tunduk pada seluruh persyaratan administratif sebagaimana diatur untuk jabatan definitif,” tegas Rizki.

“Hal ini juga ditegaskan dalam banyak preseden administratif dan praktik tata kelola pemerintahan, termasuk dalam Surat Edaran Kementerian PANRB maupun pendapat hukum dari berbagai lembaga negara yang mengakui fleksibilitas dalam pengangkatan Plt.”

Baca Juga

Lebih lanjut, pakar hukum lulusan UI ini menjelaskan bahwa jabatan Plt bersifat sementara, terbatas, dan bersifat pengisian darurat atas kekosongan jabatan struktural, sehingga tidak logis apabila diberlakukan syarat yang sama dengan pengangkatan definitif, termasuk soal batas usia.

Justru jika jabatan tersebut dibiarkan kosong dalam waktu lama, maka Kepala Daerah sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM) dapat dianggap lalai dalam menjamin kontinuitas operasional BUMD.

“Jika kita mengikuti logika yang digunakan oleh pihak yang menuduh, maka tidak akan pernah bisa ada Plt dalam usia di bawah 35 tahun, padahal pengangkatan Plt tidak mengikat pada ketentuan pasal definitif. Ini kekeliruan mendasar dalam menafsirkan regulasi,” tambah Rizki.

Terkait dengan tuduhan potensi kerugian negara dan ancaman pidana korupsi, Rizki menegaskan bahwa itu adalah asumsi yang sangat berlebihan dan tidak berdasar hukum.

“Pelanggaran administratif dalam ranah tata kelola pemerintahan tidak otomatis berkonsekuensi pidana, apalagi bila dasar hukumnya lemah. UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang koreksi administratif dan mekanisme evaluasi, bukan kriminalisasi sepihak.”

Dalam konteks PERUMDA, pengangkatan Plt merupakan bentuk kewenangan diskresi Kepala Daerah yang sah, selama dilakukan dalam kerangka kepentingan pelayanan publik dan keberlanjutan organisasi. Prinsip ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menegaskan bahwa tindakan administrasi pemerintahan tidak serta merta dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana korupsi tanpa unsur mens rea dan kerugian negara yang nyata serta terbukti.

Rizki juga menyoroti bahwa opini yang berkembang justru menunjukkan upaya penggiringan isu yang bersifat politis dan bukan murni berbasis pada argumentasi hukum yang objektif.

“Jangan sampai publik diseret dalam wacana yang dibangun dari tafsir yang keliru dan parsial terhadap norma hukum,” tegasnya.

Dalam praktik pemerintahan, jabatan Plt bukan hal baru dan telah menjadi bagian dari sistem administratif nasional. Baik dalam struktur kementerian, lembaga, hingga BUMN dan BUMD, jabatan Plt digunakan untuk menjaga kesinambungan organisasi.

Bahkan dalam banyak kasus, Plt diisi oleh aparatur yang belum memenuhi semua syarat definitif, dengan catatan pengangkatan itu tidak dimaksudkan sebagai pengangkatan tetap.

“Jika pengangkatan Plt dianggap melanggar hukum hanya karena persoalan umur, maka hampir semua instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dipersoalkan. Ini “absurd” dan bertentangan dengan asas keadilan dan kepastian hukum,” pungkas Rizki.

Dengan demikian, pengangkatan Direktur Sementara PERUMDA Kanturu Molagina adalah langkah sah dan rasional dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tuduhan adanya pelanggaran hukum dan potensi korupsi merupakan narasi yang tidak memiliki landasan hukum kuat dan justru mencemari proses administrasi yang dijalankan secara legal. Tutupnya.

Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.