Terkini.id, Jakarta – Pegiat media sosial, Helmi Felis menanggapi pandangan resmi Majelis Ulama Indonesia atau MUI soal “jihad” dan “khilafah”.
Dengan pandangan resmi MUI ini, Helmi Felis mengajak umat Islam untuk melawan narasi-narasi yang menjelekkan jihad dan khilafah.
“Alhamdulilah, dari sini kita bisa ‘perangi’ narasi-narasi yang menjelekkan Khilafah ataupun Jihad,” kata Helmi Felis melalui akun Twitter @Helmi_Felis, seperti dikutip Terkini.id pada Minggu, 12 Juni 2022.
“Lawan narasi-narasi mereka yang menjelekkan 2 kata tersebut!” sambungnya.
Dilansir dari laman resmi MUI, pada tahun 2011 lalu, disepakati beberapa hal soal jihad dan khilafah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Helmi Felis ke Jokowi: Bukan Percuma Pak! Tuanya Nanti Jadi Penipu, Umbar Janji Boro-Boro Ditepati
- PPP Dukung Ganjar Melaju di Pilpres 2024, Akun Helmi Felis Singgung Lambang Ka'bah: Memalukan
- Fahri Duga Anies Gagal Maju Capres, Helmi Felis: Please, Jangan jadi Dukun!
- Helmi Felis Sebut Anies Baswedan Tercatat Sejarah: Kakek Sampe Neneknya Frontliner!
- Ahmad Nuril Sebut Anies Pemimpin Ibu Kota Sukses, Helmi Felis: Mau Cari yang Gimana Lagi?
Hal ini disepakati dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 yang digelar pada 9-11 November 2021 di Jakarta.
Ijtima Ulama ini diikuti oleh 700 peserta yang terdiri dari unsur Dewan Pimpinan MUI Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, serta pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Pertemuan ini juga dihadiri pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, dan pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.
Terdapat tujuh poin hasil pembahasan tentang “Jihad dan Khilafah Dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pertama, pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan, yang ditujukan untuk kepentingan kepentingan menjaga keluhuran agama (hirasati al-din) mengatur urusan dunia (siyasati al-duniya).
Dalam Sejarah Peradaban Islam, terdapat berbagai model/sistem kenegaraan dan pemerintahan serta mekanisme suksesi kepemimpinan yang semuanya sah secara syar’i.
Kedua, khilafah bukan satu-satunya model/sistem kepemimpinan yang diakui dan dipraktekkan dalam Islam. Terdapat beberapa model/sistem pemerintahan lainnya dalam dunia Islam, seperti monarki, keemiran, kesultanan, dan republic.
Kedua, bangsa Indonesia sepakat membentuk Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagai ikhtiar maksimal untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Keempat, jihad merupakan salah satu inti ajaran dalam Islam guna meninggikan kalimat Allah (li i’laai kalimatillah) sebagaimana telah difatwakan oleh MUI.
Kelima, dalam situasi damai, implementasi makna jihad dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara upaya yang bersungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah) dengan melakukan berbagai aktivitas kebaikan.
Keenam, dalam situasi perang, jihad bermakna kewajiban muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan kedaulatan negara.
Ketujuh, MUI menggunakan manhaj wasathiyah (berkeadilan dan berkeseimbangan) dalam memahami makna jihad dan khilafah.
Oleh karena itu, MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa Jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam.
Sebaliknya, MUI juga menolak pandangan yang memaknai jihad dengan semata-mata perang, dan khilafah sebagai satu-satunya sistem pemerintahan.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.