Terkini.id, Makassar – PT Vale menempuh jalan panjang demi mengurangi emisi karbon hingga nol, dan menjalankan komitmen keberlanjutan. Usaha itu tidak mudah. Bukan cuma ongkosnya yang besar, dukungan dan doa masyarakat juga dibutuhkan.
Komitmen ini disampaikan langsung Febriany Eddy. Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang baru menjabat 7 bulan lalu itu, dalam beberapa kesempatan selalu bersemangat menjelaskan komitmen kuat perusahaan mewujudkan nilai-nilai keberlanjutan, kelestarian hingga komitmen untuk biodiversity.
“Salah satu komitmen kita (terkait keberlanjutan), adalah reforestasi lahan seluas 15.000 hektare sampai tahun 2025. Lima belas ribu hektare ini tidak main-main,” kata Febriany, dalam salah satu kesempatan berbincang bersama wartawan secara virtual, 31 Agustus 2021 lalu.
Untuk mewujudkan target reforestasi lahan yang luasnya jauh melebihi luas Kota Parepare Sulawesi Selatan itu, Vale sudah secara perlahan merealisasikannya.
Selasa 12 Oktober lalu, ada 90 hektare lahan hutan dan daerah aliran sungai (DAS) yang diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Lahan bekas tambang itu sudah selesai direhabilitasi oleh Vale: direklamasi, dibuatkan kawasan pembibitan, ditanami ribuan pohon hingga dianggap berhasil dan layak untuk kembali menjadi hutan oleh KLHK.
- PT Vale Tuntaskan Enam Titik Penanganan Tumpahan Pipa Minyak di Towuti
- Topang Ekonomi Sulsel lewat Industri Hijau, PT Vale Raih Penghargaan di Momen HUT Ke-356 Provinsi
- Penjualan Bijih Nikel di Morowali Beri Kontribusi Ekonomi Daerah, PT Vale Tegaskan Komitmen Tumbuh Bersama Masyarakat
- Indonesia Ada di Pusat Mineral Kritis, CEO PT Vale Sebut Tugas Industri Tidak Cuma Memenuhi Permintaan Nikel Global
- PT Vale bersamaPemkab Kolaka dan Huayou Teken MoU Strategis, untuk Kabupaten yang Sehat Bersih dan Berdaya
Di sebuah forum internasional yang dihadiri ratusan pemimpin dunia di Glasgow, Skotlandia, Febriany memaparkan sedikitnya sudah 3.300 hektare lebih lahan hutan yang direhabilitasi per September 2021. Selebihnya, ada 10.000 hektare lagi yang ditargetkan beres rehabilitasi pada 2024 dan akan diserahkan ke pemerintah.
Bicara rehabilitasi, Vale juga menekankan bahwa komitmen keberlanjutan itu tidak cuma soal menggugurkan kewajiban. Komitmen untuk lingkungan, juga harus hadir atas landasan nilai-nilai luhur yang dibangun perusahaan.
Tidak heran, dua pabrik smelter baru yang sedang dibangun, yakni di area Bahodopi Sulawesi Tengah dan Pomalaa Sulawesi Tenggara, akan menggunakan energi gas atau LNG yang bakal mengurangi emisi karbon. Ini tidak mudah, di saat perusahaan tambang lain masih belum berani meninggalkan minyak dan batubara sebagai sumber energinya.
Vale pun harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk dua pabrik itu, lantaran menggunakan sistem dump atau inland tailing untuk pengelolaan limbahnya.
“Jadi kita sudah menyampaikan statemen ini sejak awal, bahwa kita tidak mendukung deep sea tailing (limbah dibuang ke laut dalam). Limbah kita ditampung, dibuatkan dump dan ada unit pengelolaan tailing. Dari proses ini, capex (biaya)-nya memang besar sih,” kata Febriany saat konferensi pers dengan wartawan.
Perusahaan yang sudah menggunakan 36 persen energi terbarukan (PLTA) itu menyiapkan investasi yang besar untuk dua pabrik terbarunya, yakni USD 1,5 miliar untuk smelter di Bahodopi yang berkapasitas 73 ribu veronickel, USD 2,6 miliar untuk smelter di Pomalaa, yang berkapasitas 40.000 ton Mixed Sulfide Precipitate (MSP).
Ambisi Mewujudkan Zero Emisi Tahun 2050

Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, Indonesia banyak mengubah kebijakan ekspor. Hilirisasi adalah harga mati. Komoditas tambang wajib diolah dulu sebelum dikirim ke luar negeri.
Nikel yang bisa diekspor, misalnya, adalah jenis yang sudah dimurnikan oleh pabrik smelter. Sudah berbentuk feronickel, MSP atau stainless steel dan produk turunan lainnya. Banyak pelaku tambang yang protes, tetapi hilirisasi harus dilakukan. Demi memberi nilai tambah yang lebih besar, untuk kedaulatan negara dan rakyat Indonesia.
Tapi jauh sebelum itu, tepatnya 53 tahun lalu, saat Vale Indonesia (INCO) mendapat kontrak karya di Sorowako, praktik pertambangan yang berniat mensejahterakan masyarakat sekitar sebenarnya sudah dimulai.
Tahun 1986 itu, saat mendapat mandat pemerintah, Vale sudah langsung mengolah nikel menjadi nickel matte dengan membangun industri smelter, lalu merekrut banyak tenaga kerja. Perusahaan itu tidak pernah mengekspor biji mentah.
Kini, setelah lima dekade berlalu, Vale yang sudah punya 3 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasitas 365 megawatt itu tengah membangun ambisi baru: net zero emmission alias zero emisi tahun 2050.
Target ini bahkan lebih cepat dari yang dicanangkan pemerintah Indonesia, yakni tahun 2060.
Demi target ambisius itu, Vale sedang menggencarkan pengurangan emisi karbon. Pencemaran udara harus ditekan. Vale pun sudah menyusun roadmapnya. Dalam jangka waktu 9 tahun ke depan, yakni 2030, emisi karbon harus dikurangi hingga 33 persen. Caranya, dengan mengganti sumber energi dari minyak dan batu bara menjadi LNG (gas alam) dan biomass.
Fasilitas-fasilitas yang selama ini menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara, seperti tanur (tungku) pengering dan reduksi, sudah harus menggunakan gas LNS atau biodiesel paling tidak pada 2030 mendatang.
Pemanfaatan energi elektrifikasi untuk sejumlah peralatan, truk, kendaraan juga sudah harus dimulai.
Direktur Environment and Permit Management PT Vale Indonesia, Ir Muhammad Adli Az Lubis ST SH IPM mengungkapkan, feasibility study untuk untuk mengkonversi sumber energi alat berat dari BBM ke listrik sedang dilakukan. Tahun depan, malah akan mulai diujicoba.
“Alat berat yang kapasitasnya sampai 100 – 150 ton ini konsumsi dieselnya besar. Tahun depan kita akan coba trial ganti listrik, menjadi electrik truck. Kalau sukses maka secara bertahap semua akan berganti,” kata Muhammad Adli, saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Fajar Foundation for Education, Jumat 22 Oktober 2021.
Masih ada 64 persen energi di PT Vale yang masih menggunakan sumber daya batu bara dan minyak. Semuanya harus dikonversi menjadi gas dan biomassa.
Reforestasi besar-besaran, berani menggunakan LNG untuk pabrik-pabrik terbarunya, adalah upaya Vale untuk bisa berkontribusi menciptakan masa depan yang lebih hijau. Febriany Eddy pun meyakini, butuh dukungan doa dari masyarakat untuk memuluskan langkah besar itu.
“Kalau nanti diizinkan, fokus kami akan ke sana (bahan bakar gas). Mohon doanya, karena gas ini tidak gampang. Belum lazim untuk microsmelter di Indonesia. Tapi kami berkomitmen jadi percontohan,” pungkas Febriany Eddy.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.
