Mantan Kepala Badan Promosi Pariwisata Sulsel Tersangka Kasus Tambang Pasir Laut

Mantan Kepala Badan Promosi Pariwisata Sulsel Tersangka Kasus Tambang Pasir Laut

HZ
Hasbi Zainuddin

Penulis

Terkini.id, Makassar – Mantan Direktur PT Banteng Laut Indonesia, Akbar Nugraha , bersama Mantan Direktur PT Alefu Karya Makmur Sadimin Yitno Sutarjo, ditetapkan tersangka kasus tambang pasir laut di Kabupaten Takalar tahun 2020.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan mengumumkan penetapan tersangka Akbar Nugraha dan Makmur Sadimin pada Kamis malam 20 Juni 2023.

Keduanya disangka melakukan korupsi Penyimpangan Penetapan Harga Jual Tambang Pasir Laut tahun 2020 di Galesong, Kabupaten Takalar.

Akbar Nugraha sendiri, sebelumnya tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulawesi Selatan.

“Hari ini kita telah menaikkan status dua orang saksi menjadi tersangka masing-masing inisial SY selaku Direktur PT Alefu Karya Makmur dan AN selaku Direktur PT Banteng Laut Indonesia,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Sulsel, Yudi Triadi didampingi Kasi Penkum, Soetarmi saat rilis di kantor Kejati Sulsel, seperti dilihat terkini.id lewat tayangan video Instagram Kejati.

Kejati langsung menahan dua tersangka setelah diperiksa dan ditetapkan tersangka. Keduanya ditahan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas 1A Makassar. Keduanya juga disebut telah diperiksa kesehatannya oleh Tim Medis dari Dinas Kesehatan Kota Makassar. 

“Ditahan dalam 20 hari kedepan di Lapas kelas 1A Makassar,” ujarnya.

Penyidik Kejati Sulsel menemukan dua alat bukti mengenai keterlibatan kedua orang tersebut dalam kasus korupsi tambang pasir laut. 

Mereka disebut turut serta atau bersama-sama dengan tiga terdakwa sebelumnya yakni mantan Kepala BPKD Takalar, Gazali Mahmud dan dua mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah BPKD Takalar tahun 2020, Juharman dan Hasbullah.

Dimana, kedua tersangka tersebut diebrikan nilai pasar atau harga dasar pasir laut oleh terdakwa mantan BPKD Kabupaten Takalar sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh Kepala BPKD Kabupaten Takalar menggunakan nilai pasar/harga dasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik.

Yang dimana nilainya bertentangan atau tidak sesuai dengan nilai pasar atau harga dasar pasir laut sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 05 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 09.a tahun 2017.

Dan tanggal 16 Mei 2017 tetang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, yang dalam peraturan-peraturan tersebut, nilai pasar atau harga dasar laut telah ditetapkan sebesar Rp10.000 per meter kubik.

“Penurunan nilai pasar pasir laut dalam SKPD yang diterbitkan oleh terdakwa GM (Gazali Mahmud) tidak terlepas dari peran dan kerja sama yang dilakukan oleh Mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar tahun 2020 yakni terdakwa JM (Juharman) pada PT. Alefu Karya Makmur, dan terdakwa HB (Hasbullah) pada PT. Banteng Luat Indonesia,” terangnya.

“(Kedua tersangka) seolah-olah meminta agar dilakukan penurunan atau pemberian keringanan nilai pajak pasir laut, namun isi dari surat tersebut ternyata meminta agar dilakukan penurunan nilai pasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik,” sebutnya.

Penetapan harga tersebut dikatakan bertentangan dengan peraturan Gubernur dan Bupati di lokasi pertambangan mineral bukan logam di wilayah Kecamatan Galesong Utara, Takalar, yang berupa pengerukan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis Internasional Indonesia dalam konsensi wilayah PT. Alefu Karya Makmur dan PT Benteng Laut Indonesia

Sehingga dengan adanya penurunan harga nilai pasar pasir tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara Pemerintah Kabupaten Takalar sebesar Rp7 miliar lebih. 

“Kerugian negara yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan kerugian sebesar Rp7 Miliar lebih,” paparnya. 

Lebih lanjut, Yudi mengatakan dalam kasus ini tidak menutup kemungkinan tersangka tersebut akan terus bertambah setelah melihat nantinya hasil fakta persidangan nantinya. 

“tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya, tim akan terus bekerja kita menunggu saja,” paparnya.

Adapun kedua tersangka dijerat pasal Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.

Subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.

Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.