Terkini.id, Jakarta – Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis meminta Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santosa Purwokartiko dipecat dari jabatannya.
Meskipun demikian, ia menilai tindakan pemerintah pada Budi Santosa Purwokartiko sudah baik.
Akan tetapi, Cholil menilai, sanksi itu belum cukup untuk menghentikan rasisme yang belakangan semakin meningkat.
Melalui cuitan di akun Twitter, Cholil Nafis meminta pemerintah mengambil tindakan yang lebih tegas. Dirinya meminta Budi Santosa diberhentikan atau dipecat dari jabatannya sebagai rektor ITK.
”Terima kasih @kemenpendidikan tlh Memecatnya sbg reviewer LPDP, tapi lebih memberi aspek jera dan antisipasi kaum rasis di Indonesia baiknya sekalian diberhentikan dari jabatan rektor @universitastik. Jangan beri lewat orang yg rasis, apalg kaum terdidik,” tulis Choil Nafis dikutip akun Twitter @cholilnafis, Kamis 5 Mei 2022.
- Tanggapi Isu Rasis Rektor ITK, Habib Kribo: 'Ilmu Kedokteran Lebih Mulia daripada Sholat'
- Ngaku Tak Takut Didepak dari Jabatan Rektor ITK, Prof Budi Santosa: Ada yang Mau Ganti? Silakan!
- Usai Dipecat Dikti, Budi Santosa Keluhkan Tunjangan Sebagai Rektor ITK yang Hanya Rp5,5 Juta
- Siap Mundur dari ITK, Budi Santosa: Apa Sih Keuntungan Jadi Rektor di PTN Kecil?
- Siap Diberhentikan dari Rektor, Budi Santosa Ungkap Bisa Dapat Gaji Lebih Banyak Jika Berhenti
Pernyataan tersebut diungkapkan Cholil Nafis merespon pernyataan Kemendikbudristek tentang evaluasi dan rencana untuk mencopot Budi Santosa dari jabatan sebagai reviewer program LPDP.
Hal ini dikarenakan, Budi dinilai sudah melanggar kode etik dan pakta integritas sebagai reviewer LPDP.
Seperti diketahui, ITK sendiri merupakan perguruan tinggi negeri milik pemerintah di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sebagai rektor, Budi Santosa dalam tulisannya menampakan sikap anti pada mahasiswa yang mengucapkan kalimat dalam ajaran Islam. Seperti insya Allah, barakallah, serta qadarullah.
Berikut tulisan lengkap Budi Santosa yang dinilai rasis:
“Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa.
Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3,5. Bahkan beberapa 3,8 dan 3,9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8,5 bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100).
Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen. Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi; apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb.
Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: inshaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi2 di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan, dari 16 yang saya wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek.
Dari 14, ada 2 tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita karya teknologi.”
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.