Terkini.id, Jakarta –Belum lama ini, Bivitri Susanti seorang Pakar hukum tata negara mengkritik keras soal dalih ratusan juta dukungan dari big data yang dilontarkan sejumlah elite soal alasan wacana penundaan pemilu.
Menurut Pakar Bivitri, hal tersebut sama sekali tak dapat digunakan sebagai pembenaran menunda pemilu yang diungkapkan melalui diskusi virtual.
“Kita seakan-akan disodorkan pada pernyataan bahwa apapun maunya netizen harus dilakukan meski melanggar prinsip-prinsip konstitusionalisme. Itu berbahaya,” ujar Bivitri.
Lanjut “Tidak bisa begitu saja dijalankan, atas nama mayoritas maka apa pun bisa dilanggar. Bukan begitu,” lanjutnya.
Bivitri membuat perbandingan untuk menggambarkan bagaimana pola pikir mayoritanisme itu tidak masuk akal.
Ia memberi contoh mengenai kejadian pada 2009 di Swiss, satu-satunya negara yang disebut memakai referendum langsung untuk mengubah konstitusinya.
“Hampir 60 persen rakyatnya bilang tidak boleh mendirikan menara masjid di Swiss, mayoritas menang, berarti sah, tapi benar kah itu sah? Karena itu keluar dari prinsip HAM, melanggar konstitusionalisme, maka tidak bisa dilaksanakan,” jelasnya.
Selain dari itu, dia bahkan menyebutkan bahwa terhal tersebut tidaklah selamanya mayoritasnya netizen. Dikutip dari Kompascom. Rabu, 16 Maret 2022.
“Jadi tidak selamanya klaim mayoritas, apalagi mayoritasnya netizen dan klaimnya bisa diperdebatkan, itu bisa digunakan untuk menginjak-injak konstitusi,” lanjut Bivitri.
Sebelumnya, tiga ketua umum partai politik yaitu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi pihak pertama yang menyampaikan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Wacana ini diawali oleh Muhaimin yang mengusulkan Pemilu 2024 diundur dengan dalih khawatir mengganggu momentum kebangkitan ekonomi Tanah Air yang terdampak pandemi Covid-19 pada tahun tersebut.
Belakangan, isu ini juga diamplifikasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Muhaimin mengeklaim bahwa wacana penundaan pemilu didukung oleh 60 persen dari 100 juta akun di media sosial.
Sementara Luhut mengklaim, penundaan Pemilu 2024 didukung 110 juta orang di media sosial berdasarkan big data. Hingga kini, keduanya tak bersedia membuka big data tersebut ke publik.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.
