Soal Pemindahan IKN, Azyumardi Azra : Kalau Ini Berlanjut Ya Mungkin, Paling Penyesalan
Komentar

Soal Pemindahan IKN, Azyumardi Azra : Kalau Ini Berlanjut Ya Mungkin, Paling Penyesalan

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur terus menuai penolakan dari berbagai pihak.

Apalagi disaat situasi pandemi saat ini dinilai tidak tepat untuk memindahkan ibu kota negara.

Salah satu yang menolak pembangunan dan pemindahan IKN yaitu Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra.

Dia memperkirakan, pembangunan awal IKN Nusantara tidak akan selesai sampai berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2024.

Pembangunan IKN akan dimulai di Kaltim pada pertengahan tahun ini. Acara Hari Kemerdekaan Indonesia tahun 2024 diperkirakan akan diselenggarakan di ibu kota negara baru, menurut Presiden Jokowi.

DPRD Kota Makassar 2023
Baca Juga

Menurutnya, apabila pemindah IKN tetap dilanjutkan itu hanya akan menuai penyesalan.

“Kalau ini berlanjut ya mungkin paling penyesalan. Apalagi (Jokowi) memperlihatkan berbagai indikasi gejala semakin banyaknya negative legacy (warisan buruk),” ujar Azyumardi Azra, seperti yang dikutip dari Kompascom. Kamis, 10 Februari 2022.

Dia kemudian membahas beberapa langkah Jokowi yang dianggap sebagai warisan negatif dari kepemimpinannya.

Terbentuknya UU Cipta Kerja atau yang dikenal dengan UU Ombinus, dan reformasi UU KPK, keduanya dinilai melumpuhkan lembaga antikorupsi tersebut. Azyumardi Azra menilai IKN Nusantara berpotensi menjadi warisan negatif Jokowi.

Karena jika penerus Jokowi ragu melanjutkan pembangunan IKN, proyek tersebut kemungkinan akan mandek.

Azyumardi Azra kemudian merujuk proyek Hambalang yang terhenti pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-6 Republik Indonesia. Proyek ini masih dipandang sebagai kutukan dari era SBY.

“Proyek Hambalang ini jauh lebih kecil, hanya kompleks olahraga. Dan nggak mungkin melakukan tindakan hukum kepada mantan presiden, dalam soal pembangunan. Nggak ada yang bisa menuntut Presiden SBY kan, susah,” sebut Azyumardi Azra.

Untuk itu, Azyumardi Azra bergabung dengan sejumlah orang lain dalam meluncurkan petisi change.org menentang pembentukan dan pemindahan ibu kota negara baru. Dia berharap Jokowi mempertimbangkan kembali keputusannya untuk menunda proyek IKN.

“Karena kepemimpinan nasional yang akan datang belum tentu juga meneruskan ya, kalau bukan Pak Jokowi, nggak ada jaminan juga meneruskan. Kecuali Pak Jokowi diperpanjang masa jabatannya seperti ada usulan sampai 2027,” sebutnya.

“Atau misalnya dipilih lagi di periode ketiga, misalnya boleh maju lagi Pak Jokowi. Tapi kan itu harus mengubah UUD 1945. Walau itu juga bukan tidak mungkin, kalau presiden menghendaki dan bilang ke DPR/MPR supaya lakukan amandemen,” tambah Azyumardi Azra.

Salah satu pemikir Muslim ini juga menyebutkan kemungkinan konsekuensi dari inisiatif pemerintah yang tertunda. Salah satunya, menurut Azyumardi Azra, pemborosan anggaran.

“Misalnya dalam 2 tahun dikebut pembangunannya kemudian menghabiskan ratusan triliun. Kalau nggak selesai tapi sudah digelontorkan misalnya Rp 200 atau Rp 300 triliun itu kan mubazir, sayang, eman-eman,” sebut dia.

Memang, menurut Azyumardi Azra, uang yang dikeluarkan akan lebih baik dibelanjakan jika dimanfaatkan untuk meminimalisir dampak Covid-19. Selain itu, epidemi telah berdampak pada banyak bisnis komunitas lokal.

“Usaha kecil pada bangkrut, banyak pengangguran. (Masalah ) yang nggak bisa diselesaikan hanya dengan memberikan bansos. Karena bansos nggak memadai untuk memitigasi dampak negatif dari Covid-19,” kata Azyumardi Azra.

Peraih gelar kehormatan Commander of the Order of The British Empire (CBE) dari Ratu Inggris Elizabeth II tersebut juga mempersoalkan pendanaan pembangunan IKN yang masih belum jelas.

Jika pada akhirnya tetap menggunakan APBN, Azyumardi Azra menyebut pasti ada dampak terhadap program-program kerakyatan.

“Menkeu bilang dari PEN, kemudian kalangan DPR bilang nggak bisa karena melanggar UU. Oleh Menko Ekonomi bilang bukan dari PEN, sebagian dari refocusing, ya dari APBN juga. Refocusing itu bisa diambil dari sektor pendidikan, kesehatan,” ungkapnya.

Karena itu bisa saja di kampus nggak ada lagi riset karena dana untuk penelitian nggak ada. Remunerasi juga bisa nggak ada. Bisa juga kesehatan tidak sepenuhnya gratis,” imbuh Azyumardi Azra.

Ia menilai, pembangunan IKN belum ideal dilakukan saat ini. Apalagi melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang sekalipun saat ini sudah positif, namun sebagian besar untuk menutup defisit di tahun sebelumnya.

“Jadi yang aktual tumbuh baru 1 atau 2 % atau di atas 0. jadi belum sampai, maka kita harus menunggu 3-4 semester lagi agar ekonomi kita ini bisa lepas landas lagi. Kemudian juga ketika kita tidak lagi punya utang yang banyak,” terang penerima beasiswa master dari Columbia University itu.

Selain Azyumardi Azra, beberapa tokoh nasional turut menjadi inisiator petisi tolak IKN. Di antaranya adalah mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia sekaligus suami Meutia Hatta, Sri Edi Swasono.

Kemudian ada juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin hingga ekonom senior, Faisal Basri. Petisi ini diprakarsai oleh Narasi Institute.

Hingga pukul 19.24 WIB hari ini, petisi berjudul “Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara” sudah ditandatangani oleh 12.522 orang.

CEO dan Co-Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan petisi ini dimulai saat UU IKN disahkan pada 18 Januari lalu di DPR.

“Pak Din Syamsuddin, Prof Sri Edi, Bang Faisal dan Prof Azyumardi memberikan pendapatnya terkait bahayanya IKN. Kemudian kami Narasi Institute menyelenggarakan diskusi dan menghimpunnya secara virtual WAG karena Omicron belum reda,” jelas Achmad Nur Hidayat, Senin.

Para inisiator disebut kemudian mengajak tokoh-tokoh lain yang satu pemikiran. Achmad Nur Hidayat mengatakan, sebenarnya inisiator petisi ada lebih dari 45 tokoh.

“Nama lain yang bisa kami share misalnya Prof Nazaruddin Sjamsuddin dan Prof Prijono Tjiptoherijanto. Kami sedang finalisasi. Setelah lengkap akan kami rilis ke publik bila target petisi sudah mencapai 25 ribu,” tutupnya.