Terkini.id, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Sirodj, menanggapi soal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Ia menegaskan bahwa Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm, hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum, yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945 tidak butuh penafsiran lewat pembentukan RUU HIP.
“Pancasila sebagai kesepakatan final tidak membutuhkan penafsiran lebih luas atau lebih sempit dari penjabaran yang sudah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 beserta situasi batin yang menyertai rumusan finalnya pada 18 Agustus 1945,” kata Said Aqil seperti dikutip dari Mediaindonesiacom, Selasa, 16 Juni 2020.
Menurutnya, sebagai hukum tertinggi yang lahir dari konsensus kebangsaan, Pancasila tidak bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah undang-undang, kata Said, akan menimbulkan anarki dan kekacauan sistem ketatanegaraan.
- DPR Terima RUU BPIP dari Pemerintah, Puan Maharani: Ini Berbeda dengan RUU HIP
- Pimpinan DPD RI Rekomendasikan Tolak RUU HIP
- MUI Jakarta Sebut 80 Persen Umat Islam Bakal Turun Aksi Jika RUU HIP Dilanjutkan
- Anggota Brimob Dilarang Bawa Senjata Api, Saat Amankan Unjuk Rasa RUU HIP
- Wapres Era Soeharto Try Sutrisno Dukung RUU Ideologi Pancasila Jadi Undang-undang
“Tidak ada urgensi dan kebutuhan sama sekali untuk memperluas tafsir Pancasila dalam undang-undang khusus,” tegasnya.
Pancasila sebagai Philosophische Grondslag dan Staatsfundamentalnorm, kata Said, merupakan pedoman yang mendasari platform pembangunan nasional.
“Kesalahan yang terjadi di masa lampau terkait monopoli tafsir atas Pancasila tidak boleh terulang lagi,” tuturnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa RUU HIP dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah kepada krisis politik.
“Anyaman kebangsaan yang sudah dengan susah payah dirajut oleh founding fathers bisa koyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP yang polemis,” ujarnya.
Menurut Said Aqil, jika dirasakan ada masalah mendasar terkait pembangunan nasional di bidang demokrasi politik Pancasila, maka jalan keluarnya adalah reformasi paket undang-undang bidang politik (legislative review).
“Begitu pula jika ada masalah terkait dengan haluan pembangunan ekonomi nasional, yang dirasakan menyimpang dari jiwa demokrasi ekonomi Pancasila, maka yang perlu dipersiapkan adalah RUU Sistem Perekonomian Nasional sebagai undang-undang payung (umbrella act) yang secara jelas dimandatkan oleh Pasal 33 ayat (5) UUD 1945,” terangnya.
Pada kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa di tengah situasi bangsa yang sedang menghadapi krisis kesehatan dan keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Indonesia tidak perlu menambah beban sosial dengan memercikkan riak-riak politik yang dapat menimbulkan krisis politik, memecah belah keutuhan bangsa, dan mengoyak persatuan nasional.
“Sebaiknya proses legislasi RUU HIP dihentikan dan seluruh komponen bangsa memusatkan energinya untuk keluar dari pandemi dan berjuang memulihkan perekonomian nasional,” pungkasnya.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.