Terkini.id, Makassar – Keterbukaan informasi publik masih menjadi persoalan serius di Sulawesi Selatan. Sistem penyebaran informasi sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP) belum berjalan optimal.
Anggota Komisi Informasi Provinsi Sulsel Benny Mansyur membuka hasil monitoring dan evaluasi atau Monev 2019. Ihwal pemeringkatan keterbukaan informasi publik tingkat PPID kota atau kabupaten, dan PPID OPD Provinsi Sulsel.
Dari 23 kabupaten dan kota di Sulsel, peringkat keterbukaan informasi publik tahun 2019 belum ada yang berada pada kategori informatif. Kategori informatif mensyaratkan poin di atas 90-100.
Sementara hanya ada tiga kabupaten yang mendapat kategori menuju informatif, yakni Luwu Utara dengan poin 86,19, Bone 82,26, dan Parepare dengan hasil Monev 82, 40. Kategori menuju informatif menargetkan poin 80 – 89,99.
“Selain itu, 7 kota atau kabupaten berada pada kategori cukup informatif dengan poin 60-79,99 yaitu Enrekang, Makassar, Bantaeng, Pangkep, Sinjai, Luwu Timur, dan Toraja Utara. Sementara ada 2 kabupaten atau kota yang kurang informatif dengan poin 40-59,99 yaitu Barru dan Palopo,” kata Benny, Selasa 25 Agustus 2020.
- Telkomsel NextDev Tahun ke-11 Hadir di Makassar, Dorong Lahirnya Technopreneurs Unggul Lewat Kurikulum Inovatif Berbasis AI
- PLN Hadir Dukung Kegiatan Pasar Murah untuk Masyarakat Sulsel
- Jaga Aksi Mangrove Lestari, KALLA Tanam 41.000 Bibit Sepanjang 2025
- Tingkatkan Daya Saing, Penerima Beasiswa Kalla Dapat Akses Magang
- Disa Rizky Novianty, People & Culture Director KALLA Raih Indonesia Most Powerful Business Women Leader 2025
Terakhir, Benny menyebut ada 11 kabupaten atau kota yang berada pada kategori tidak informatif yang mendapatkan poin di bawah 39, 99.
Adapun kota atau kabupaten yang sama sekali tidak Informatif, yaitu Bulukumba, Pinrang, Soppeng, Maros, Sidrap, Luwu, Gowa, Wajo, Selayar, Takalar, dan Jeneponto.
Benny menyebut indikator dan presentasi penilaian terkait penilaian Monev 2019, yakni pengembangan website, pengumuman informasi publik, pelayanan Informasi publik dan penyediaan informasi publik, serta presentasi dan visitasi.
“Dari 24 SAQ yang disebar di kabupaten kota hanya 23 yang mengembalikan SAQ,” kata dia.
Survei OPD di Sulawesi Selatan
Monev keterbukaan informasi publik Badan Publik tahun 2019 terhadap 52 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Sulsel, hanya 27 OPD mengembalikan Self Assesment Questionnaire atau SAQ. Dari situ, hanya 26 OPD yang presentasi.
“Secara keseluruhan tidak ada OPD yang mencapai kategori Informatif, cukup informatif, dan menuju Informatif,” ujar Benny.
Sementara hanya ada 3 OPD yang berada pada kategori kurang informatif, antara lain, Dinas Kelautan dan Perikanan dengan poin 59,25, Dinas Pemuda dan Olahraga dengan hasil Monev 55, 05, dan Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak Pertiwi dengan skor 54,98.
Selain itu, 7 OPD berada pada kategori tidak informatif, seperti Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pengelolaan dan Keuangan Daerah, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Satuan Polisi Pamong Praja, Badan Pendapatan Daerah, Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar.
Tim penilai Monev 2019 ini menjelaskan bahwa rendahnya perolehan kriteria penilaian keterbukaan informasi publik di badan publik atau ODP disebabkan beberapa hal.
Seperti, masih ada badan publik atau OPD yang belum membentuk pejabat pengelola informasi dan dokumen (PPID) pembantu atau pelaksana, termasuk uraian tupoksi, visi, misi, dan maklumat Keterbukaan Informasi, bahkan ada yang belum memiliki website PPID.
“Juga masih ada OPD yang belum menyusun daftar informasi publik secara berkala, masih banyak yang belum melakukan uji konsekuensi untuk menetapkan suatu informasi untuk dikecualikan,” kata Benny.
Selain itu, masih banyak PPID atau ODP yang belum menyiapkan meja layanan informasi, menyusun SOP layanan dan penyediaan informasi publik.
“Argumen lain dari ODP seperti tidak memiliki PPID, dokumen yang diminta tidak ditemukan karena pejabat berganti, dan masyarakat tidak memahami, khawatir informasi dalam dokumen disalahgunakan,” paparnya.
Sementara, Komisioner KIP Khairul Mannang menyebut persolan keterbukaan adalah persoalan cara pandang.
Hakikat keterbukaan informasi publik, kata dia, bukan karena tuntutan Undang-Undang, namun sebab itu kebutuhan dan hak masyarakat.
Padahal, Undang-Undang Ihwal keterbukaan Informasi publik sudah ada sekitar sepuluh tahun lalu, namun belum ada badan publik atau OPD yang mencapai kategori Informatif.
“Beberapa badan publik ada yang sudah menganggap mendesak, juga ada yang masih menganggap persoalan nomor sekian,” ungkapnya.
Sementara, Ketua Komisi Informasi Pusat, Gede Narayana menyebut keterbukaan informasi publik mampu mensejahterakan masyarakat. Hal itu berdasarkan kajian dari bank dunia.
Bagi bank dunia, kata Gede, kemiskinan adalah mereka yang tidak memiliki pilihan-pilihan.
“Dengan keterbukaan informasi seperti informasi soal bansos itu dapat membantu masyarakat. Jadi keterbukaan informasi sangat berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena mampu memberikan pilihan kepada masyarakat,” pungkasnya
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.