Wah, Ternyata! Vaksin Sinovac Menurut Kajian UAH adalah ‘Thoyyib’, Simak yuk Penjelasannya
Komentar

Wah, Ternyata! Vaksin Sinovac Menurut Kajian UAH adalah ‘Thoyyib’, Simak yuk Penjelasannya

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Menurut kajian UAH alias Ustaz Adi Hidayat, vaksin Sinovac adalah ‘thoyyib’. Apa maksudnya? Simak yuk, penjelasan lengkapnya.

Seperti diketahui, Pemerintah hingga saat ini gencar mengimbau masyarakat untuk divaksinasi sebagai upaya membentuk herd immunity.

Nah, salah satu jenis vaksin yang digunakan adalah Sinovac. Namun, masih ada sebagian masyarakat yang mengaku belum yakin dengan manfaat dan hukum vaksin berdasarkan syariat Islam.

Menanggapi hal tersebut, UAH lantas menjelaskannya melalui sebuah kajian yang diunggah di kanal YouTube Adi Hidayat Official, sebagaimana dilansir terkini.id dari SeputarTangsel pada Jumat, 30 Juli 2021.

Menurut Ustadz Adi Hidayat atau yang akrab disebut UAH, makanan yang dimasukkan melalui mulut ada aturannya dalam Islam.

Baca Juga

Hal itu dijelaskan dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 186 di mana makanan tersebut haruslah halal dan thoyyib (baik).

Halal di sini berarti tidak ada materi asal yang mengandung sesuatu yang dilarang dalam Islam.

Selain itu, halal juga bermakna sesuai dengan syariat cara memperolehnya. Bukan dari mencuri atau didapat dari uang hasil perbuatan jahat.

Sementara ‘thoyyib’ artinya baik untuk tubuh. Dengan kata lain, setelah mengonsumsi suatu makanan, maka tubuh tidak merasa sakit atau timbulnya akibat lain yang mengganggu.

Kaitannya dengan vaksin, thoyyib merupakan kesesuaian dengan tubuh yang divaksin. Itu sebabnya ada efikasi vaksin atau dalam bahasa sederhana disebut ‘kemanjuran’.

Bagi orang yang mempunyai sakit komorbid, seperti darah tinggi dan diabetes, maka vaksin tidak memenuhi kriteria thoyyib.

Di luar kriteria halal dan thoyyib serta halal dan tidak thoyyib, Islam juga membolehkan makanan yang haram, tetapi thoyyib bila terpaksa. Hal tersebut dijelaskan dalam Alquran.

“… tetapi siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang,” – QS. Al Baqarah (2): 173.

Penekanannya, sesuatu yang haram bisa dikonsumsi dalam kondisi darurat. Namun, jika dihadapkan pada dua pilihan memungkinkan, maka umat Islam tetap harus memilih yang halal.

“Kalau vaksin yang halal enggak ditemukan dari unsurnya dan terdesak sampai mengancam nyawa, maka yang tidak halal boleh dipakai sampai ditemukan yang halal,” jelas UAH.

Lebih lanjut, di akhir kajiannya, UAH membuka Fatwa MUI tentang vaksin Sinovac. Ia meminta persoalan ini dipisahkan dari unsur politik dan lainnya.

Menurutnya, sudah banyak masyarakat Indonesia yang terkena Covid-19, bahkan hingga berujung kematian. Jadi, kata UAH, harus dilihat secara menyeluruh dan ‘jernih’.

Sebagai informasi, dalam Fatwa MUI tentang vaksin Sinovac, rupanya dijelaskan secara terperinci.

Badan ini telah melakukan penelitian dan mengkaji tidak ada unsur babi dan manusia dalam materinya. Fasilitas produksi juga dikhususkan dan tidak ada pencampuran dengan bahan lain.

Selanjutnya, MUI pun telah mengkaji berdasarkan Alquran, hadis, kaidah fikih, dan pendapat para ulama.

Hasilnya, vaksin Sinovac halal dan boleh digunakan untuk umat Islam sepanjang terjamin keamanannya menurut ahli yang kredibel dan kompeten.