Terkini.id, Jakarta – Anies ‘protes’ Kemenaker, ungkap kenaikan UMP Jakarta 2022 jauh dari asas keadilan. Terkait keputusah soal upah minimum provinsi (UMP) 2022 yang telah diatur dan ditetapkan pemerintah pusat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dianggap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jauh dari layak dan tidak memenuhi asas keadilan.
“Kenaikan yang hanya sebesar Rp 38 ribu ini dirasa amat jauh dari layak dan tidak memenuhi asas keadilan,” ungkap Anies dalam surat yang ditujukan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang diteken 22 November 2021.
Anies menjelaskan, ketidakadilan terlihat dari besaran UMP yang hanya naik 0,8 persen, sementara tingkat inflasi Jakarta meningkat 1,14 persen. Di samping itu, rata-rata kenaikan UMP DKI Jakarta dalam enam tahun terakhir sebesar 8,6 persen.
Anies juga menyebutkan, terdapat dinamika pertumbuhan ekonomi di Jakarta, tidak semua sektor usaha terpengaruh pandemi Covid-19. Meurutnya, ada beberapa sektor yang pertumbuhannya meningkat justru saat pandemi Covid-19 melanda Jakarta.
“Misalnya sektor transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi, jasa keuangan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial,” imbuh Anies, seperti dilansir dari Kompas.com, Senin 29 November 2021.
Atas alasan itulah, Anies sendiri mengusulkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah meninjau kembali formula penetapan UMP yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Agar dapat memenuhi asas keadilan dan hubungan industrial yang harmonis, sehingga kesejahteraan pekerja maupun buruh dapat terwujud,” tegasnya.
Seperti diketahui, sejumlah federasi serikat pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) DKI Jakarta bakal menggelar demonstrasi pada hari ini di Jakarta, Senin 29 November 2021.
“Mulai aksi kurang lebih dari jam 09.00 dari Kawasan Industri Pulogadung,” ungkap juru bicara KSPI DKI Jakarta Muazim Hidayat.
Adapun titik tujuan unjuk rasa adalah Balai Kota DKI Jakarta. KSPI DKI Jakarta mengaku akan turun dengan kekuatan penuh. Hal itu juga sesuai arahan Ketua KSPI Said Iqbal yang menyebut ribuan buruh akan melakukan unjuk rasa besar-besaran untuk protes soal UMP 2022.
“KSPI akan memaksimalkan aksi massa sampai dengan gubernur memenuhi tuntutan mereka terkait UMP DKI Jakarta tahun 2022 tanpa Omnibus Law yang sudah dinyatakan inkonsitusional oleh MK,” tegas Ketua KSPI DKI Jakarta Winarso, dalam keterangan tertulis pada Minggu 28 November 2021 malam.
Sekadar diketahui, Undang-undang Cipta Kerja yang jadi acuan pengupahan kali ini sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dari Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan hasil uji formil.
“KSPI DKI Jakarta juga mendesak kepada Gubernur Anies Baswedan agar mengembalikan formula penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 mengacu berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,” imbuhnya.
Bertolak belakang dengan keinginan KSPI, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta sebelumnya mengimbau serikat pekerja tidak melakukan mogok kerja sebagai bentuk protes atas kenaikan UMP 2022 yang tidak signifikan.
“Kalau kondisi ini dipakai teman-teman (buruh) dengan dalih menyampaikan aspirasi, itu buat saya merugikan semua, bukan buat pengusaha saja, buat pekerja sendiri juga akan dirugikan,” kata Ketua Kadin DKI Jakarta Diana Dewi menanggapi tuntutan KSPI di Jakarta, Rabu 24 November 2021.
Menurut Diana, pihaknya mengimbau kepada para pengusaha kepada para buruh agar menyampaikan aspirasinya secara tertib dan tidak melakukan demonstrasi maupun unjuk rasa.
“Imbauan saya, para pengusaha tolong menyampaikan, atau perlu surat edaranlah kepada pekerjanya, untuk tidak melakukan itu (unjuk rasa). Kalau toh mereka melakukan mereka akan kena sanksi. Harapan saya begitu,” tegas Diana.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menetapkan UMP provinsi DKI Jakarta tahun 2022 sebesar Rp 4.453.935. Jumlah itu hanya naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen ketimbang tahun lalu.
Kenaikan yang jauh dari signifikan ini lantaran perubahan formula penghitungan upah sejak terbitnya Undang-undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya soal pengupahan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.
Melalui beleid terbaru itu, penghitungan UMP sudah baku. Pintu negosiasi antara pengusaha, pemerintah, dan buruh, seperti yang selama ini dilakukan otomatis tertutup. Pasalnya, dalam menentukan UMP, data-data yang dipakai sebagai dasar penghitungan bersifat tunggal, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga berwenang.
“Pemerintah daerah hanya dapat mengikuti formulasi perhitungan upah sesuai yang digariskan pemerintah pusat,” demikian penjelasan Kemenaker belum lama ini.