Bontomanurung, Kampung yang Dirindukan
Komentar

Bontomanurung, Kampung yang Dirindukan

Komentar

Untuk kesekian kalinya, saya datang ke Desa Bontomanurung, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Kali ini rencananya akan mengunjungi Dusun Makmur, memenuhi undangan silaturrahim dengan warga.

Namun apa daya, rencana tersebut batal sebab air sungai meluap. Tak ada yang tahu kapan air bisa surut. Hingga jelang malam, saya menunggu di pinggir sungai.

Di seberang, puluhan warga dan aparat dusun juga menunggu di pinggir sungai. Kami hanya bisa saling menatap. Pak Dusun tampak gelisah, sesekali ia memberi kode tanda jangan memaksakan menyebarang.

Saya berdoa penuh harap, memohon kiranya air bisa surut dan perjalanan ini diberi kemudahan. Sayang juga kalau pertemuan dengan warga batal.

Kabarnya ibu-ibu sudah menyiapkan makan malam, ayam kampung dengan kuah khas pegunungan tompobulu yang lezat. Sisa tunggu dimakan. Itu yg sy dengar dari ibu Ratna, penyuluh agama yang selama ini aktif membina di Tompobulu.

DPRD Kota Makassar 2023

Hingga menjelang maghrib air sungai masih deras. Saya putuskan malam itu menginap di Dusun Sejahtera. Untung baik ada warga dusun yang bersedia rumahnya jadi tempat istirahat. Pak Akbar namanya, rumahnya bersebelahan dengan kepala desa.

Malam itu, warga berkumpul cukup banyak, ibu ibu, bapak bapak dan juga pemuda. mengetahui kehadiran saya dan rombongan, mereka datang.

Bahkan ada yg datang dari kampung yg sangat jauh, diatas puncak gunung. Dusun Bara. (Saya pernah ke dusun ini, berkendara motor menanjak kurang lebih satu setengah jam menyusuri jalan setapak yg berbatu di lerang gunung yg terjal).

Saya tidak melewatkan momen ini berlalu begitu saja, kehadiran mereka begitu berharga.

Saya tahu mereka datang bukan karena berharap sesuatu yg bersifat meteril tapi ingin menyambung silaturahim yg kami jalin sejak masa kampanye, mereka terkesan dan saya merasa berhutang budi. Saya buat acara, taushiah dan dzikir, diawali makan malam bersama.

Saya beruntung didampingi para muballigh dan asatidz. Pimpinan Majelis dzikir Assakinah Kab.Maros hadir mengisi acara, kami larut dalam suasana syahdu hingga larut malam.

Menjelang jam 12, acara selesai. Warga pulang ke rumah masing masing, kami istirahat.

***

Pagi hari, saya mengumpulkan keberanian untuk menyebarang sungai. Sebenarnya saya bisa berenang, tetapi belum pernah melewati sungai dengan arus yang mengalir deras.

Satu persatu tim kami menyebarang sungai, dibantu oleh warga dusun. Perlu trik khusus dan harus didampingi orang yang berpengalaman.

Kami jadi tontonan warga pagi itu. Saya bahagia saat berhasil menyebarang sungai. Pak dusun dan tokoh masyarakat yang menunggu juga tersenyum saat saya tiba. Nampaknya mereka cemas saat saya di air dan lega ketika sudah berhasil tiba di pinggir sungai.

Selanjutnya, untuk sampai ke Dusun Makmur, kami jalan kaki sejauh 2 Km.

Saya juga didapuk mengisi Khutbah Jumat. Saya sampaikan pentingnya keseimbangan antara membangun jiwa dan membangun raga dalam kehidupan.

Selesai jumatan. Saya dijamu makan siang yg nikmat, menunya tidak banyak, ayam kampung nasu kari dan sayur rebung, tapi lezatnya.. hmm lezat sekali.. apalagi dikelilingi warga dusun yg ikut makan bersama sambil menyampaikan curhatan mereka soal keadaan kampung.

Lagi-lagi soal infrastructur. Utamanya jembatan yang belum tampak tanda-tanda akan dibangun.

Jelang sore, Kami harus meninggalkan dusun. Khawatir air sungai kembali meluap. Jalur pulang tetap sama, menyeberang sungai.

***

Saya membayangkan, anak-anak desa harus bertarung nyawa ketika pergi sekolah.

Bagaimana kalau ada keluarga yang sakit. Atau saat seorang ibu hamil akan melahirkan. Saya takut membayangkannya.

Ini pekerjaan kita bersama. Saya sudah bertekad akan laporkan ke Gubernur Sulsel. Sembari menganalisa apakah persoalan ini jadi kewenangan provinsi atau daerah.

Kalau akhirnya jalan buntu, ijinkan kami mengajak masyarakat terlibat melalui gerakan wakaf.

Harus ada solusi terbaik untuk kemanusiaan.

*Penulis adalah Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan