Terkini.id, Jakarta – Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mempertanyakan langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang memberikan dana hibah ke Sempoerna Foundation dan Tanoto Foundation.
Disebutkan, masing-masing dua lembaga nonprofit tersebut akan mendapat dana hibah Rp 20 miliar per tahun.
Sementara, lembaga yang punya jaringan sekolah dan pendidikan yang luas yakni NU dan Muhammadiyah, justru mundur dari program hibah tersebut.
Syaiful Huda mengatakan pihaknya akan memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim guna meminta penjelasan anehnya hibah program Organisasi Penggerak tersebut.
Syaiful berkata pihaknya sedang mendiskusikan rencana pemanggilan Nadiem di internal Komisi X DPR. Dia pun membuka kemungkinan pemanggilan Nadiem dilakukan dalam masa reses, yakni antara 17 Juli hingga 13 Agustus 2020.
- Merasa Ditipu, Wanita di Makassar Cekcok dengan Pengemudi Bentor Soal Tarif Angkutan
- Kejari Makassar Geledah Rumah Tersangka Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan Pengelolaan Sampah, Ini yang Diamankan
- PSM Makassar Terjerat Krisis Keuangan, Gaji Pemain dan Staf Telat Hingga 5 Bulan
- Akses Jalan Tertutup, Warga Rappocini Makassar Protes Pembangunan Aula Oknum Pengembang Perumahan
- Mantan Dosen IAIN Alauddin Makassar Prof Hamka Haq Tutup Usia
“Kami sedang mendiskusikan di internal komisi kalau sekitanya urgent, ya mungkin di masa reses kami akan minta ke pimpinan DPR,” ucap Syaiful, Kamis 23 Juli 2020.
Setelah memanggil Nadiem DPR baru akan bergerak untuk meminta penjelasan secara langsung kepada Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berharap seluruh pihak terkait bisa melahirkan solusi terkait masalah program Organisasi Penggerak Kemendikbud ini.
“[Baru panggil Sampoerna-Tanoto] betul. Kami berharap ada solusi soal ini,” tuturnya.
Lebih jauh, Syaiful berkata bahwa memasukan Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation ke dalam daftar penerima hibah dari Kemendikbud merupakan langkah yang tidak etis.
Menurutnya, dua lembaga nonprofit itu seharusnya memberikan corporate social responsibility (CSR) untuk dunia pendidikan.
Dia pun mengungkapkan, langkah mundur yang diambil oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Muhammadiyah serta Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama telah membuat Organisasi Penggerak menjadi sebuah program yang tak lagi renevan.
“Dengan mundurnya NU dan Muhammadiyah, program ini di mata saya semakin tidak relevan karena NU dan Muhammadiyah yang punya jaringan paling banyak selama ini,” tutur Syaiful.
Potensi Salah Sasaran
Untuk diketahui, Program Organisasi Penggerak Kemendikbud yang digagas Nadiem punya misi membantu meningkatkan kualitas pengajar saat Ujian Nasional (UN) ditiadakan.
Masalahnya, potensi salah sasaran dana hibah negara mencuat karena ada organisasi tak murni lembaga pendidikan yang lolos.
Nadiem mengumumkan program ini pada awal Maret. Tujuannya, mengajak organisasi masyarakat di bidang pendidikan berlomba membuat pelatihan yang ditargetkan untuk guru dan kepala sekolah.
Pelatihan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut keputusan Nadiem mengganti UN menjadi asesmen kompetensi dan survei karakter dengan numerasi dan literasi jadi poin penting yang bakal diujikan.
Mendikbud pun ingin guru dan kepala sekolah menguasai numerasi dan literasi dalam pembelajaran. Organisasi masyarakat pun diminta membuat rencana pelatihan guru di dua bidang ini melalui seleksi Organisasi Penggerak.
Sampoerna Foundation menyatakan mereka secara terbuka telah dipilih oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk menjadi salah satu pelaksana Program Organisasi Penggerak (POP), bersama ratusan organisasi lainnya.
Sementara Tanoto Foundation membantah menerima dana sebesar Rp20 miliar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui program Organisasi Penggerak.
Jawaban Kemendikbud
Menanggapi isu tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengklaim dua organisasi kemasyarakatan yang diduga perusahaan besar yakni Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto tidak menerima dana APBN dari Program Organisasi Penggerak.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril menjelaskan, dalam POP terdapat tiga skema pendanaan ormas antara lain murni dari APBN, skema pembiayaan mandiri dan dana pendamping (matching fund).
Beberapa dari 156 ormas yang lolos POP termasuk Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto, kata Iwan, akan menggunakan pembiayaan mandiri dan matching fund, jadi tidak menggunakan APBN.
“Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan,” kata Iwan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 23 Juli 2020.
Dia menegaskan, bahwa proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima APBN, proses itu dilakukan oleh lembaga independen SMERU Research Institute.
“Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Meski begitu, Iwan menyebut Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen.
Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD). Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah.
Polemik POP tersebut muncul ketika Komisi X DPR RI dan Muhammadiyah melihat ada kejanggalan di beberapa dari 156 lembaga pendidikan ormas yang nantinya akan mendapatkan hibah dana dari Kemendikbud, seperti perusahaan besar seperti Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto yang ikut mendapatkan dana hingga ormas yang tidak jelas asal-usulnya.
“Ada organisasi besar yang konon CSR suatu perusahaan, ada juga lembaga mungkin ada kedekatan dengan pejabat di dalam. Nah ini kita pertanyakan, apakah proses verifikasi dan seleksi ini transparan, bisa dipercaya,” kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno kepada wartawan, Rabu 22 Juli 2020 dikutip dari suaradotcom.
Sebagai informasi, program Organisasi Penggerak Kemendikbud merupakan program peningkatan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang dilakukan ormas dengan dana hibah dari pemerintah senilai total Rp 595 miliar.
Ormas yang lolos seleksi akan diberi dana yang besarnya dibagi kategori. Kategori gajah diberi dana hingga Rp 20 miliar, Kategori Macan dengan dana hingga Rp 5 miliar, dan Kategori Kijang dengan dana hingga Rp 1 miliar.
Ormas calon penerima Program Organisasi Penggerak Kemendikbud yang lolos disahkan lewat surat Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomor 2314/B.B2/GT/2020 yang ditandatangani Direktur Jenderal GTK, Iwan Syahril.
Yayasan Putera Sampoerna lolos untuk mendapatkan dana Kategori Macan dan Gajah, lalu Yayasan Bhakti Tanoto lolos dalam Kategori Gajah sebanyak dua kali (Pelatihan guru SD dan SMP).