Terkini.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin hari ini bakal menggelar rapat internal terkait Undang-Undang Cipta Kerja melalui siaran telekonferensi.
Mengutip dari laman wapres.go.id, rapat tersebut diagendakan digelar pukul 09.30 WIB.
UU Cipta Kerja kerja telah disahkan oleh DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna Senin 9 Oktober 2020. Pasca diketok, gelombang penolakan dan demonstrasi terjadi di sejumlah daerah.
Sejumlah pasal menjadi sorotan. Khususnya terkait klaster Ketenagakerjaan yang disorot buruh.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea serta Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sempat dipanggil Jokowi ke Istana Kepresidenan.
- PLN Padamkan Listrik, Gardu Listrik Kantor BCA Boulevard Makassar Terbakar
- PDAM Makassar Lakukan Pengerjaan Koneksi Jaringan Pipa, Distribusi Air di Wilayah Ini Bakal Alami Gangguan
- DPR RI Suarakan Isu Palestina di Forum Internasional
- Cagar Budaya Bulu Sipong Mendapat Perhatian Khusus dari PT Semen Tonasa
- Sudah Terlanjur Beli Produk Pro Israel Bagaimana Hukumnya? Ini Penjelasan MUI
Dalam pertemuan tersebut, pentolan buruh mengeluhkan sejumlah pasal kepada Jokowi.
“Itu memberikan masukan ada 10 isu yang kami berikan ke pemerintah dan DPR,” kata Said dalam pesan singkat, Selasa 6 Oktober 2020.
Selanjutnya, Said mengungkapkan bahwa Jokowi pun menerima aspirasi tersebut. “Ya mereka menerima ya,” ungkap Said.
7 Poin yang Ditolak Buruh
Dalam 10 poin penolakan buruh terhadap pengesahan UU Cipta Kerja, Said mengungkapkan terdapat 7 isu yang merugikan kaum buruh.
Pertama, buruh menolak Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten dan Kota (UMSK) dihapus.
Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Kemudian, penolakan seputar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak kerja seumur hidup tanpa batas waktu.
Selanjutnya, buruh juga menolak outsourcing seumur hidup yang tertuang dalam UU Cipta Kerja, tidak mau mendapatkan jam kerja eksploitatif, mempermasalahkan hak upah atas cuti yang hilang, hingga menyoroti potensi hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan akibat terus menggunakan karyawan outsourcing.