Terkini.id, Jakarta – Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Mohamad Guntur Romli mempertanyakan mengapa pihak kejaksaan tidak menuntut guru pesantren yang perkosa 12 santriwati dengan hukuman kebiri.
Ia sejalan dengan sikap partainya yang juga menyayangkan Jaksa yang tak menuntut pelaku perbuatan keji tersebut dengan hukuman kebiri.
“Kenapa Kejaksaan RI tidak mendakwa dengan hukuman kebiri?” kata Guntur Romli pada Kamis, 9 Desember 2021.
Sebelumnya, Komite Solidaritas Perlindungan Perempuan dan Anak (KSPPA) PSI menyoroti proses hukum kasus guru presantren di Bandung, Herry Wirawan yang memerkosa 12 santriwati.
Koordinator KSPPA-PSI, Karen Pooroe menceritakan bahwa pihaknya telah mengadvokasi kasus pemerkosaan ini selama dua bulan.
- Abu Janda Jadi Penjilat Prabowo, Guntur Romli Sebut Tidak Ada Makan Gratis
- Guntur Romli Sentil AHY Soal G20: Dia ini Dangkal Komennya
- Guntur Romli Sindir Buzzer Anies, Capres Nasdem Itu Dianggap Caper ke Gibran Buntut Tak Dapat Restu dari Jokowi
- Guntur Romli, 5 Alasan Koalisi Anies Baswedan Gagal Deklarasi
- Jusuf Kalla Sebut Semakin Anies Baswedan Direndahkan Maka Akan Semakin Populer
KSPPA-PSI melakukan investigasi, hadir ke persidangan, dan menemui para korban serta keluarga mereka.
“Sepertinya ada upaya menutup-nutupi kasus ini, agar tidak ‘meledak’ di media,” kata Karen Pooroe pada Kamis, 9 Desember 2021, dilansir dari Jawa Pos.
Karen Pooroe pun menyayangkan tuntutan jaksa yang tidak mencantumkan Peraturan Pemerintah (PP) No 70 tahun 2020 tentang hukuman kebiri kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Mestinya jaksa menuntut dengan hukuman kebiri. Hukuman ini penting untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak,” lanjut Karen Pooroe.
Sebagai catatan, Jaksa menuntut Herry Wirawan dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Jo Pasal 76D UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 65 KUHP yang hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
Menurut KSPPA-PSI, selain kebiri kimia, hukuman itu bisa ditambah dengan pemasangan alat pendeteksi elektronik untuk mengawasi gerak-gerik predator seksual.
Bukan hanya itu, identitas pelaku juga bisa diumumkan dengan jelas kepada publik agar bisa waspada.
“Selain tindakan kebiri kimia, dalam PP tersebut juga diatur soal pemasangan alat pendeteksi elektronik,” kata Karen Pooroe.
“Dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Jadi, jangan hanya sebut inisial pelaku (HW) tapi tulislah Herry Wirawan,” tambahnya.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.