Terkini.id, Jakarta – Belum lama ini China mengalami ‘kiamat babi‘ dimana harga daging babi melonjak sangat tinggi. Hal ini disebabkan permintaan dan suplai yang tidak sesuai terutama saat ini China mulai memasuki musim dingin.
Belum selesai dengan kiamat babi, kini China harus menghadapi masalah serius lainnya yaitu resesi seks.
Dikutip dari CNBC, tingkat angka pernikahan di China terus mengalami penurunan. Hal ini ditakutkan berdampak pada angka kelahiran yang berujung pada penurunan jumlah populasi penduduk.
Sedangkan, saat ini demografi menjadi kekuatan utama China yang juga dinobatkan menjadi negara dengan penduduk terbanyak di dunia.
Data statistik China 2021 menunjukkan, pasangan yang melaporkan pernikahannya turun selama tujuh tahun berturut-turut. Menjadikan angka di tahun ini sebagai posisi terendah dalam 17 tahun terakhir.
Data yang dirilis oleh Kementerian Urusan Sipil China, hanya 5,87 juta pasangan menikah di China pada tiga kuartal pertama tahun 2021. Angka ini mengalami penurunan dari periode yang sama tahun lalu.
“Diyakini angka pernikahan yang didaftarkan akan makin turun di 2021,” ditulis oleh China Daily.
Sementara itu, kini angka kelahiran di China menurun hingga berada di bawah 1% atau hanya 0,852%. Ini merupakan rekor pertama kalinya setelah 1978.
Munculnya krisis ini diduga akibat turunnya keinginan kaum muda untuk menikah karena tekanan kerja yang tinggi dan peningkatan besar dalam tingkat pendidikan perempuan dan kemandirian ekonomi.
Hal ini diungkapkan oleh ahli demografi He Yayu. Alasan lainnya adalah lantaran rasio penduduk laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang.
Menurut catatan negara tersebut, jumlah pria melebihi wanita sebesar 34,9 juta, di mana 17,52 juta lebih banyak pria berusia 20-an menikah daripada wanita di usia yang sama.
Mahalnya biaya, termasuk peningkatan harga rumah, juga jadi hambatan warga menolak menikah bahkan punya anak. Di China, pernikahan dan memiliki anak adalah hal yang terhubung, dan proporsi anak yang lahir di luar pernikahan sangat rendah.