Terkini.id, Jeneponto – Cerita pilu seorang warga miskin muncul di Jeneponto. Di Kelurahan Bontotangnga, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto, seorang perempuan tinggal sebatang kara di gubuk reot
Perempuan lansia yang bernama Sada,warga Taipa Palampang Lingkungan Sangnging Loe Kelurahan Bontotangnga Kecamatan Tamalatea tersebut tinggal di gubuk berukuran 3 x 4 meter berlantai tanah dengan dinding gamacca (anyaman bambu) yang sudah lapuk dan seng bekas
Pantauan terkini.id, tak hanya ukurannya yang sempit, rumah Sada juga jauh dari kata layak, yang dihiasi dengan kondisi bangunan seadanya.
Hanya anyaman bambu dan seng bekas sebagai dinding yang ditopang bambu tua serta kayu sebagai penahan agar tidak ambruk.

Atapnya pun hanya dibuat dari seng bekas bocor yang diikat bambu bekas agar tak terbang terbawa angin, Hal yang lebih miris lagi jika menengok bagian dalam kondisi gubuk reot yang ditinggali seorang pra Lansia yang ditinggal oleh anak-anaknya
- Buka Puasa Perdana, Ikafe Unhas Gembirakan 100 Anak Yatim
- Harsiarnas 90! Komisioner KPID Sulsel Riswansa Muchsin: Lembaga Penyiaran Harus Lakukan Penyesuaian Teknologi
- Meski Tidak Dapat Melihat, Pria Ini Keliling Kampung Bangunkan Warga Sahur
- Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Pemuda Makassar Buat Gerakan 100 Ribu Pita
- Usai Shalat Tarawih, Rudianto Lallo Silaturahmi dengan Tokoh Masyarakat Tamangapa
Hanya sebuah dipan reyot yang memenuhi separuh rumah gubug itu. Kayu-kayu penahan seng atap pun hanya diikat dengan rafia, helaian kain bekas pun terbentang dari dalam untuk menghalau tetesan air dikala hujan dengan berlantaikan tanah
Sada hanya pasrah menjalani kehidupannya yang sangat miris itu selama kurang lebih 5 tahun semenjak sang suami meninggal dunia dan ditinggal oleh 5 orang anaknya
“Saya tinggal disini sudah kurang lebih 5 tahun, 5 anak saya, tapi sudah berkeluarga semua, 2 di Kalimantan, 1 di Jayapura, 1 Bontojai Jeneponto dan tinggal di Pangkep 1 orang,” kata Sada.
Pemandangan miris rumah reyot Sada sangat kontras dengan beberapa rumah di sekitarnya yang terlihat kokoh dan bagus, Sada pun hanya bisa makan dari uluran tangan tetangganya
“Saya bisa beli makanan kalau ada yang panggil saya untuk mengupas bawang, saya digaji 500 rupiah per kilogram,” tuturnya.
Anehnya, Sada tak pernah terdaftar penerima manfaat bantuan dari Pemerintah disalurkan oleh Dinas Sosial,”Saya tidak pernah dapat bantuan pemerintah,” ungkap Sada
Ditanya terima BPNT, Sada menjawab tidak, ditanya terima PKH, lagi-lagi Sada mengatakan tidak, ditanya dapat BST, Sada pun menjawab tidak.
“Kalau didata selalu Kareng, foto kopi KK ku kareng puluhan kalimi diambil, tapi sampai sekarang tidak dapat bantuan pemerintah,” tuturnya.