Terkini.id, Jakarta – Menteri BUMN Erick Thohir mengaku jika dirinya sama sekali tidak mengambil keuntungan pribadi terkait bisnis PCR yang selama ini diduga menyeret namanya.
Erick menegaskan, seluruh kebijakan tes PCR telah diputuskan secara transparan melalui rapat terbatas bersama para menteri termasuk Presiden Joko Widodo.
“Kebijakan tes PCR bagi pengguna transportasi merupakan keputusan rapat terbatas yang dihadiri Bapak Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kesehatan, Koordinator Penanganan PPKM darurat Jawa dan Bali, serta para menteri terkait,” ujar Erick dalam webinar bertajuk “Penanganan Pandemi COVID-19: Kontroversi Tes PCR- Bisnis atau Krisis” yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII), mengutip Era.id, Kamis 18 November 2021.
“Kebijakan itu secara transparan dan saya tidak mungkin mengatur jalannya rapat terbatas agar mendapat kebijakan yang menguntungkan pribadi saya,” sambungnya.
Pernyataaan Erick ia sampaikan menyusul tudingan beberapa pihak terhadap dirinya mengenai keterlibatan bisnis tes polymerase chain reaction (PCR).
- Ketua Umum PSSI Dapat Dua Instruksi Khusus soal FIFA
- Posting Foto Stadion Manahan Solo, Gibran: Ada yang Batal Tapi Bukan Puasa
- Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Erick Thohir: Saya Sudah Berjuang Maksimal
- Erick Thohir Lakukan Pertemuan Dengan Menhan Prabowo Subianto
- Erick Thohir Bertemu dengan Prabowo Subianto, Ini yang Dibahas
Erick menuturkan, Kementerian BUMN turut memberikan dukungan pada awal tes PCR yang dimunculkan pada Maret atau April 2020 untuk tes dan pelacakan pasien COVID-19 di Tanah Air.
Bahkan saat itu, kata Erick, dirinya pun belum mengerti terkait test PCR. Namun berdasarkan hasil koordinasi dengan berbagai pihak, Kementerian BUMN memutuskan ikut membantu mengaktifkan 18 laboratorium PCR bekerja sama dengan rumah sakit BUMN dan sejumlah RS pemda.
“Ini semua tidak lain bagian dari ‘kerja kerja kerja’ pemerintah hadir untuk rakyat. Kami ditekankan oleh Bapak Presiden jangan pernah lelah melayani rakyat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Erick mengatakan sejak awal masa pandemi pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin melayani masyarakat dengan kerja kemanusiaan yang menganut recovery dan responsibility.
“Recovery yang dimaksud, akan melakukan segala upaya percepatan untuk penyelamatan jiwa manusia,” katanya.
“Tetapi tetap responsibility, adalah melakukan seluruh kegiatan kemanusiaan tersebut dengan penuh tanggung jawab baik secara administrasi, hukum, dan jauh dari kepentingan pribadi,” lanjutnya.
Adapun mengenai kebijakan wajib PCR, merupakan bagian dari serangkaian upaya tanpa henti pemerintah mengantisipasi penyebaran virus COVID-19 lewat berbagai pintu yang ada.
“Kebijakan PCR sekali lagi merupakan bagian dari serangkaian upaya tanpa henti pemerintah yang diputuskan bersama-sama untuk perang melawan COVID yang belum selesai,” ujar Erick.
Selain itu, Erick juga mengatakan tarif tes PCR untuk saat ini pun sudah bisa ditekan dari yang awalnya Rp2 juta sampai Rp5 juta, kini menjadi Rp300 ribu.
“Kalau dibandingkan banyak negara kita masih masuk kategori yang termurah dan ini sesuai dengan audit BPKP. BPKP yang sudah mendampingi, bukan berarti penentuan harga yang ditentukan oleh sendiri. Dan ini juga ditetapkan oleh Kemenkes sesuai dengan tupoksi. Jadi bukan ditentukan oleh sendiri,” jelasnya.