Terkini.id, Jakarta – Fenomena buzzer saat ini menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sejumlah pihak pun menuding para buzzer tersebut telah menimbulkan keresahan.
Namun ternyata, jauh hari sebelum buzzer menjadi perbincangan hangat publik, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya telah mengeluarkan fatwa yang menyebut profesi buzzer haram.
Fatwa haram terkait buzzer tersebut termaktub tdalam Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Mengutip Hops.id, Jumat 12 Februari 2021, dalam ketentuan hukum di fatwa itu, khususnya pada poin 9 tertulis dengan tegas dan jelas bahwa profesi buzzer hukumnya haram.
“Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram,” demikian tertulis dalam Fatwa MUI tersebut.
- Pastikan Danau Tidak Tercemar, PT Vale Uji Kualitas Air Towuti
- TP PKK Jeneponto Telah Melaksanakan Pembinaan 10 Program Pokok PKK di 11 Kecamatan
- Ini Solusi Mengurai Kemacetan Jalan Leimena Makassar Menurut Pemerhati Transportasi
- Appi Sambut Baik Event Makassar Most Favourite Culinary Award Terkini.id
- Kisah Epik Tentang Pencarian yang Penuh Misteri Dalam Film Pencarian Terakhir
Adapun fatwa itu ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Dr M Cholil Nafis angkat bicara soal fenomena buzzer yang saat ini tengah menjadi perbincangan publik.
Ketua MUI ini menilai para buzzer yang dianggap telah meresahkan masyarakat ibarat pemakan daging saudaranya sendiri.
Hal itu disampaikan Cholil Nafis lewat video wawancaranya yang tayang di kanal Youtube Hersubeno Point, seperti dilihat pada Kamis 11 Februari 2021.
Dalam tayangan video tersebut, Cholil menyebut tidak ada definisi yang jelas terhadap buzzer. Menurutnya, hanya ada dua klasifikasi yang bisa dikategorikan yakni buzzer positif dan negatif.
Dari kedua jenis buzzer itu, kata Cholil, ia menilai lebih banyak buzzer negatif dibanding yang positif.
“Karena memang definisinya masih kontroversi, tetapi kesannya konotasi di mata orang buzzer itu adalah negatif, karena orang bayaran untuk menyampaikan sesuatu dari orang lain,” kata Cholil Nafis.
Cholil pun mengakui penilaiannya terhadap buzzer itu bukan tanpa pengalaman.
Dirinya sendiri mengaku pernah berhadapan langsung dengan buzzer. Dimana saat itu, dia diserang saat menyampaikan kritik terhadap pemerintah.
Cholil Nafis menceritakan, ketika ia menyampaikan kritikan ke pemerintah tersebut beberapa ada yang mengerti maksud kritiknya. Namun, ada juga yang nyinyir dan meremehkan bahkan merendahkan kritiknya itu.
Oleh karenanya, Ketua MUI ini menyebut secara khusus jika tindakan buzzer tersebut ia anggap sebagai tindakan memakan daging saudara sendiri.
“Menurut saya, kalau umpamanya orang digerakkan untuk jadi buzzer, untuk menyerang orang yang niat baik, apalagi ulama, menurut saya inilah yang disebut dengan memakan daging saudaranya. Ia makan dari hasil orang lain dibunuh, yaitu mengambil dari dagingnya saudaranya,” ujarnya.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.