Seorang Nelayan di Aceh Ajukan Permohonan Suntik Mati, Ini Alasannya
Komentar

Seorang Nelayan di Aceh Ajukan Permohonan Suntik Mati, Ini Alasannya

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Nazaruddin Razali (59) yang memiliki profesi nelayan warga Desa Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh mengajukan permohonan suntik mati atau eutanasia ke pengadilan negeri setempat.

Dia mengaku tertekan dengan kebijakan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang akan merelokasi keramba budidaya ikan di Waduk Pusong.

“Jika pemerintah tidak peduli lagi kepada kami para petani keramba di Waduk Pusong, saya minta disuntik mati saja di depan Wali Kota Lhokseumawe beserta Muspika Banda Sakti,” kata Nazaruddin.

Sebab dari itu, Nazaruddin Razali mendaftarkan permohonan suntik mati tersebut ke Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada 6 Januari 2022. Permohonan tersebut sudah teregistrasi dengan nomor surat PNL LSM-01-2022-KWS.

Nazaruddin Razali mengatakan permohonan tersebut karena menilai negara tidak berpihak kepada nelayan keramba yang sudah turun-temurun menggantungkan hidup di waduk tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Baca Juga

“Saya harus menanggung beban untuk membiayai kehidupan istri dan tiga anak-anak serta dua cucu. Jika usaha keramba budidaya ikan digusur, bagaimana nasib kami. Makanya lebih baik saya disuntik mati saja,” katanya. Dilansir dari CNN. Jumat, 7 Januari 2022.

Selain itu, Nazaruddin mengatakan bahwa dirinya kesulitan ekonomi sejak Pemerintah Kota Lhokseumawe mengumumkan air Waduk Pusong tercemar limbah.

Akibat pengumuman tersebut, menurutnya masyarakat takut untuk membeli ikan hasil budidaya para nelayan keramba di Waduk Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.

“Katanya air waduk mengandung limbah. Padahal, kami sudah puluhan tahun makan ikan budi daya di waduk dan juga setiap hari mandi, tapi tidak mengalami masalah kesehatan,” kata Nazaruddin.

Ia mengatakan dirinya semakin tertekan dan ketakutan, karena setiap harinya didatangi pihak kecamatan untuk segera mengosongkan lokasi budidaya keramba tersebut.

“Saya sangat trauma, karena setiap hari ada aparat yang datang. Kejadian ini mengingatkan saya seperti masa konflik masa lalu. Kami berharap penggusuran ini segera dibatalkan karena ini menyangkut dengan penghidupan kami,” kata Nazaruddin Razali.