Terkini.id, Jakarta – Setelah sebelumnya diulas di situs Badan Kesehatan Dunia (WHO), Vaksin Nusantara kini diminati Turki. Negara itu bahkan memesan 5,2 juta dosis dan bersedia jadi lokasi uji klinis tahap tiga vaksin Nusantara.
Sebelumnya, WHO meliris jurnal terkait Vaksin Nusantara di situs resminya, clinicaltrials.gov, Jumat 20 Agustus 2021 lalu.
Jurnal yang diberi judul “Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-COVID-19, in Subjects Not Actively Infected With COVID-19” itu mengulas uji vaksin dari dendritik sel itu.
Dalam jurnal itu disebutkan, tahap kedua uji klinis double-blind untuk pengujian anti-SARS-CoV-2 COVID-19 vaksin (AV-COVID-19) dibuat menggunakan peralatan vaksinasi PT AIVITA Biomedika Indonesia untuk mencegah infeksi COVID-19.
“Produk ini merupakan vaksin pribadi spesifik subyek yang terdiri dari sel-sel dendritik autologus dan limfosit (dci) yang sebelumnya telah dierami dengan sejumlah protein sari-cov-2 (S-protein) yang terbukti aman dalam tahap 1 studi yang juga dilakukan di Indonesia,” tulis Jurnal itu dikutip Askara, Sabtu 21 Agustus 2021.
- Terawan Sebut Pengguna Vaksin Nusantara Tidak Perlu Booster, Netizen: Lawannya Politik Susah Pak
- Kronologis Penyuntikan Vaksin Nusantara Terhadap Pasien RSPAD Sehingga Bisa Berjalan Kembali
- Remaja Lumpuh Bisa Jalan Usai Disuntik Vaknus, Daeng Faqih: Jangan Sampai Hanya Sekadar Efek Plasebo
- Efek Palsu! Mantan Ketua IDI Memberikan Tanggapannya Tentang Kasus Viral Vaksin Nusantara
- Remaja Perempuan Dapat Berjalan Kembali Usai Menerima Vaksin Nusantara
Dalam studi tahap 2 ini, keberhasilan uji klinis dinilai melalui respons sel-T-protein-spesifik yang ditingkatkan dengan membandingkan hasil sebelum dan setelah vaksinasi.
“Keselamatan dikonfirmasi melalui nilai laboratorium, pengamatan dan laporan pasien reguler,” ungkap jurnal itu.
Dalam studi tahap 2 ini, dosis tunggal vaksin AV-COVID-19 disuntikkan pada lengan (kiri atau kanan) untuk memfasilitasi pemeriksaan dan menghindari reaksi pasca-injeksi atau nyeri bahu lokal.
Penilaian pasca-injeksi dilakukan pada 1, 2, dan 4 minggu setelah vaksinasi, dengan tes keamanan di laboratorium yang dilakukan pada minggu 1 dan 4, dan hanya pada minggu 2 jika ada perubahan klinis yang signifikan pada skrining hingga minggu 1.
Pada setiap pemeriksaan, tempat suntikan dinilai, dan subjek diajukan tentang gejala, dan pada minggu 0 (dasar sebelum injeksi), 2 dan 4, darah dikeluarkan untuk pengujian imunogenicity. Data reaksi di situs injeksi dan profil keselamatan diperoleh melalui telepon untuk subyek pada hari 1, 2, dan 3 setelah injeksi vaksin,” lanjut Jurnal itu.
Subyek yang disuntikkan kemudian ditanya secara khusus tentang reaksi injeksi lokal dan gejala-gejala yang mirip flu sistemik (demam, menggigil, nyeri otot, nyeri sendi) selama 7 hari setelah injeksi.
“Kejadian-kejadian buruk (AE) dikumpulkan selama 28 hari setelah injeksi. Evaluasi tes laboratorium untuk parameter keamanan klinis dilakukan pada skrining juga segera sebelum vaksinasi dan pada hari 7 dan 28 pasca-vaksinasi. Kejadian yang merugikan (SAE), kondisi medis baru-baru ini, dan peristiwa lainnya yang membutuhkan intervensi medis dicatat selama 2 bulan setelah vaksinasi,” tambahnya.
Terakhir disebutkan, perangkat pengaktifan vaksin dibuat oleh PT AIVITA Biomedika Indonesia. Semua vaksin dibuat di Indonesia di rumah sakit dan klinik.
Disebutkan pula, Vaksin Nusantara merupakan kolaborasi antara Aivita Biomedika Indonesia dengan RS Kariadi dan RSPAD Gatot Soebroto.
Pesan Jutaan Dosis, Turki Tawarkan Uji Klinik Fase 3
Vaksin Nusantara sudah dilirik pemerintah Turki untuk digunakan di negaranya. Kabarnya Turki ingin membeli 5,2 juta dosis vaksin Nusantara.
Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Universitas Airlangga Prof Chairul Anwar Nidom mengemukakan, ketertarikan Pemerintah Turki untuk membeli vaksin Nusantara berbasis sel dendritik dari Indonesia.
“Yang jelas, memang luar negeri sudah ada yang minat. Saya dapat informasi dari Dokter Terawan Agus Putranto (penggagas vaksin Nusantara) bahwa ada keinginan dari negara Turki membeli vaksin Nusantara,” kata Nidom yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu 25 Agustus 2021 siang dikutip dari Republika.
Dalam dialog di kanal Youtube Siti Fadilah, Kamis (19/8), Nidom menyampaikan bahwa vaksin Nusantara rencananya akan dipesan negara Turki sebanyak 5,2 juta dosis.
“Pada acara tersebut saya sampaikan bawa untuk tindak lanjutnya apakah nanti akan dikelola G to G (antarpemerintah) atau antar-business to business (transaksi bisnis) saya tidak tahu,” katanya.
Menurut Nidom, pemerintah Turki bahkan menawarkan uji klinik untuk fase 3 vaksin Nusantara dilakukan di negara mereka. “Untuk Turki, vaksin Nusantara ini justru menguntungkan, karena terus terang bahwa vaksin Nusantara ini dari aspek risiko toksisitas (keracunan), faktor sosial agama itu kan tidak ada masalah. Jadi kalau dia bisa menangkap itu, paling tidak negara Islam akan di-cover sama Turki,” katanya.
Nidom menilai vaksin Nusantara merupakan potensi bagi Indonesia untuk dijadikan aspek ekonomi berkat terobosan baru dalam teknologi kesehatan dari sebuah vaksin yang sudah berumur 300 tahun itu. Berdasarkan pengamatan aspek sains, pada uji klinik fase 1 dan 2 pada para relawan, tidak ditemukan masalah, bahkan para relawan merasa lebih nyaman usai penyuntikan vaksin Nusantara.
“Perbedaannya, vaksin Nusantara karena sel dendritik itu tidak terjadi inflamasi. Sementara vaksin yang konvensional ini akan terjadi inflamasi,” katanya.
Inflamasi yang dimaksud adalah kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang kerap dialami peserta vaksinasi Covid-19 seperti reaksi demam, kepala pusing, bengkak, bercak kemerahan dan sebagainya usai seseorang menerima suntikan vaksin konvensional.
“Vaksin konvensional yang saya maksud adalah yang berbasis inactivated virus (virus yang dimatikan) maupun platform mRNA. Teknologi memasukkan sesuatu ke dalam tubuh seseorang dengan bahan asing itu adalah konvensional,” katanya.
Nidom mengatakan vaksin berbasis inactivated virus maupun mRNA yang kini umum digunakan sejumlah produsen vaksin Covid-19 memiliki perbedaan mekanisme kerja dengan sel dendritik yang dimiliki vaksin Nusantara.
“Inflamasi tergantung merembetnya ke mana, sementara kalau sel dendritik tidak menimbulkan inflamasi, bahkan dia akan merendahkan inflamasi yang komorbid (penyakit bawaan),” katanya.
Nidom mengatakan vaksin Nusantara juga relatif aman bagi orang-orang yang sedang komorbid berdasarkan testimoni dari sejumlah relawan seperti mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah hingga mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. “Komorbidnya malah mengalami pengurangan beban,” katanya.
Sedangkan sel dendritik pada vaksin Nusantara, kata Nidom, diterapkan dengan cara mengeluarkan ‘mesin’ di dalam tubuh untuk diolah di luar tubuh, kemudian setelah aktif dimasukkan kembali ke dalam tubuh penerima manfaat. “Ini kan teknologi baru,” katanya.
Nidom menyakini Virus Nusantara juga bisa dimanfaatkan baik untuk mengendalikan mutasi virus Corona di Tanah Air. “Kalau kita hanya mengandalkan vaksin konvensional, buktinya sampai sekarang untuk varian Delta formulasinya pun juga tidak diubah-ubah. Kalau dengan vaksin Nusantara hanya 50 hari, kita sudah mendapatkan formulasi baru,” katanya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nidom beserta tim, vaksin Nusantara diklaim memiliki kemampuan membuat mutasi virus Delta yang tadinya ganas menjadi lemah. “Jadi mempercepat proses waktu pengendalian virus di lapangan,” katanya.
Menurut Nidom, vaksin Nusantara yang saat ini memasuki uji klinik fase 3 dapat diandalkan untuk mengendalikan risiko mutasi varian baru dari SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Jika tidak segera dikendalikan, Nidom memperkirakan virus akan terus bermutasi menjadi lebih mengerikan.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.