Kumpulan Berita KEMENDAGRI Terkini Hari ini

e-ktp
NEWS 24 Mei 2022

Kemendagri Beri Alasan Soal Aturan Nama di E-KTP

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2022.Permendagri yang telah diterbitkan itu untuk mengatur tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan. Salah satu syaratnya adalah nama terdiri dari minimal dua kata, mengutip kompas.com pada hari Selasa 24 Mei 2022. "Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan dengan memenuhi persyaratan jumlah kata paling sedikit dua kata," tulis Pasal 4 ayat (2) poin C Permendagri tersebut.Dokumen Kependudukan merupakan dokumen yang resmi diterbitkan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota dan mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran Penduduk dan pencatatan Sipil.Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrulloh telah memberikan penjelasan mengapa nama di E-KTP minimal dua kata."Alasan nama minimal dua kata adalah lebih dini dan lebih awal memikirkan atau mengedepankan masa depan anak," kata Zudan."Contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata, nama harus selaras dengan pelayanan publik lainnya," kata dia. Selain nama minimal terdiri dari dua kata di dalam E-KTP, Permendagri 73/2022 juga mengatur syarat lain.Nama yang tercatat di Dokumen Kependudukan maksimal menggunakan 60 karakter, termasuk spasi.Zudan kembali menyampaikan, bahwa nama dengan satu kata yang telah tercatat sebelum diundangkannya Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 dinyatakan masih tetap berlaku."Maksudnya bagi nama penduduk yang sudah tercatat pada data kependudukan sebelum diundangkannya Pemendagri Nomor 73 Tahun 2022 maka dokumen yang telah terbit sebelumnya dinyatakan tetap berlaku," ujar Zudan.Hal ini tertulis dalam Pasal 8 Permendagri 73/2022 yang diundangkan mulai 22 April 2022."Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang telah dilaksanakan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku," tulis aturan tersebut.Zudan juga mengatakan, jika ada nama warga yang hanya terdiri dari satu kata, maka pemerintah menyarankan dan mengimbau agar minimal menggunakan dua kata."Namun, jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh. Hal ini hanya bersifat imbauan dan namanya tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan," jelas Zudan.
 
dukcapil
NEWS 20 Mei 2022

Dirjen Dukcapil Harap Peserta Pemilu 2024 Berikan Keterangan Tak Punya Paspor Asing

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakhrulloh menyatakan, bahwa calon peserta pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres), pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 2024 mendatang untuk menyatakan tidak pernah punya paspor negara lain.Menurut Zudan, selama ini peserta pemilu tidak pernah mengungkapkan kepemilikan paspor negara lain apabila tidak ditanya, dikutip kompas.com pada hari Jumat 20 Mei 2022. "Kami mengusulkan, pada 2024 dalam pilpres, pileg dan pilkada, KPU agar membuat formulir setiap orang yang mencalonkan sebagai peserta perlu menyatakan tidak pernah memiliki paspor negara lain," ujar Zudan"Selama ini dalam hal kewarganegaraan Indonesia menganut stelsel pasif. Kalau tidak ditanya, para capres, caleg atau cakada tidak pernah mendeklarasikan mereka pernah punya paspor negara lain atau tidak," lanjutnya.Zudan mengatakan, KPU akan menyiapkan suatu formulir khusus untuk para calon kepala daerah, calon legislatif dan calon presiden agar dapat mendeklarasikan perihal paspor tersebut"Jadi ada satu formulir yang dipersiapkan oleh KPU, sehingga calon atau pasangan (paslon) itu mau men-declare hal tersebut," tegasnya.Zudan memberikan penjelasan mengenai latar belakang usulan tersebut.Menurut Zudan, bagi WNI yang memiliki paspor negara lain tidak dinyatakan kehilangan kewarganegaraan.Karena saat ini masih memerlukan tindakan atau keputusan dari pemerintahan untuk memastikan kapan kewarganegaraannya hilang."Hal ini perlu dokumen berupa keputusan dari pemerintah untuk kepastian hukum," ungkapnya.Zudan mengatakan, bahwa dalam administrasi pemerintahan apa yang dikatakan batal demi hukum tidak bisa terjadi secara otomatis. Hal tersebut merujuk saat dirinya menangani kasus Djoko Tjandra (DT) dan Bupati Sabu Raijua, Orient Riwu Kore (ORK) yang memiliki dua kewarganegaraan dan memiliki dua paspor. "Djoko Candra memiliki Paspor Papua Nugini, Orient Kore punya paspor Amerika Serikat. Tapi keduanya masih juga berstatus WNI dalam Sistem Adminduk karena yang bersangkutan tidak pernah melapor, tidak pernah melepaskan kewarganegaraan, sehingga pemerintah tidak tahu bila yang bersangkutan memiliki 2 paspor," ucap Zudan.Di dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan dinyatakan bahwa salah satu penyebab hilangnya kewarganegaraan adalah memiliki paspor negara lain.
 
Berikutnya