Terkini.id,Makassar – Sunarti, 47 tahun, terpaksa meninggalkan rumah di Polewali Mandar beserta kenangan di dalamnya setelah mengetahui terpapar kusta. Ia memutuskan pergi lantaran merasa tak mampu lagi memenuhi kebutuhan biologis sang suami.
Perempuan kelahiran Mandar itu mengaku bahwa sebelum menikah dirinya sudah terpapar penyakit itu. Hanya saja, kata dia, saat berobat, tabib menyebut penyakit tersebut bernama ‘Sarampa’ (semacam cacar).
Dia pun mengenang masa kecilnya yang bermimpi menjadi penari. Sunarti mengaku sering tampil di acara tujuh belasan ketika ada lomba di kampungnya.
Setamat SMA, dirinya mendaftar di IKIP pada tahun 90-an, dan memilih jurusan Seni dan Bahasa Inggris. Namun, keinginan tersebut dia urungkan karena penyakit tersebut mulai bereaksi pada tubuhnya. Dan tak memungkinkan baginya untuk beraktifitas seperti pada umumnya.
Nahas, nasib berkata lain, di usia yang masih muda dia harus menanggung penderitaan yang begitu pahit dalam hidupnya.
- Mengenal Ciri-ciri Anak Berkebutuhan Khusus Sejak Dini dan Jenisnya
- Tak Ingin Perawatan Anak Disabilitas Terlantar, Komisi E Datangi BPJS Kesehatan di Jakarta
- Rahman Pina Temui Orangtua Anak Disabilitas Korban BPJS yang Terobos Paspampres Jokowi
- Terkait Orangtua Penyandang Disabilitas Terobos Paspamres, Dewan Sesalkan Sikap BPJS Kesehatan
- TEGAR, Rekomendasi Film yang Layak Ditonton di Bulan Desember 2022, Sangat Menginspirasi
Dia pun mengisahkan awal mula dirinya terpapar kusta. Mula-mula dia mulai merasakan rasa sakit pada bagian siku kanannya. Lantas timbul panas dingin, dan setelah itu muncul tanda kemerahan pada tubuhnya.
“Ada juga tanda-tanda di belakang (punggung) kayak panu tetapi menebal di pinggirnya dan mati rasa tapi,” ujarnya mengenang ihwal tanda-tanda saat terpapar kusta saat ditemui di kediamanya, di jalan Dangko, Makassar, Minggu,16 Mei 2019 kemarin.
Semakin hari, tutur Sunarti, dirinya semakin sering mengalami panas dingin. Lantas setelah itu muncul pecah-pecah pada kulitnya. Badannya tak bisa bergerak, dan dia hanya bisa berbaring menunggu kematian datang menjemputnya.
Selama 4 tahun, Sunarti berada di dalam kamar karena tak bisa berjalan. Ia merasakan bagaimana perlahan-lahan tubuhnya tak bisa ia kendalikan. Orang-orang di sekitarnya pun menjauh dari dirinya lantaran takut tertular.
Hingga tiba suatu waktu, kenang Sunarti, Bidan tetangga datang dan bicara dengan bapak agar saya di bawah ke rumah sakit. Setelah itu, bapaknya membawa ke rumah sakit, setiba di sana, pihak rumah sakit pun menyayangkan mengapa Sunarti baru dirujuk ke rumah sakit.
“Seandainya cepat ditangani, tidak akan separah ini,” kata dia sambil menjatuhkan air mata, mengenang ucapan dokter kala itu.
Setelah orang tua dan nenek yang sering menjaganya berpulang, dia memutuskan berangkat ke Makassar pada tahun 2003 untuk menjalani proses perawatan lebih lanjut.
Dia merasa tak punya lagi alasan untuk tetap tinggal di kampungnya. Setiba di Makassar, Sunarti menjalani perawatan di R.S Tadjuddin Chalid, pada saat itulah dia merasa menemukan kembali hidupnya. Ia mengatakan merasa bebas berinteraksi saat bertemu dengan orang dengan penyakit sama.
“Lebih semangat, dan tidak ada kejanggalan hidup berdampingan dengan orang yang sama-sama sependeritaan,” kenangnya.
Pada saat itulah, dirinya menemukan seorang lelaki bernama Deng Baso dengan penyakit yang sama. Pertemuan di antara keduanya pun semakin sering, hingga mereka memutuskan untuk menikah dan disaksikan oleh dokter yang merawatnya.
Suaminya berasal dari Jeneponto dan bekerja sebagai petani dan pedagang sekaligus. Setelah menikah, beberapa bulan setelahnya dia hamil.
Hanya saja kebahagian tersebut tak berlangsung lama. Pasalnya, memasuki usia empat bulan, bayinya keguguran lantaran pengaruh obat yang dikomsumsinya.
Selama dua tahun berobat, dokter menyebut kuman kusta dalam dirinya sudah hilang. Setelah dinyatakan sembuh, Sunarti tak memutuskan pulang ke kampung halamannya lantaran malu pada kerabat.
Sunarti kemudian memutuskan tinggal di Jalan Dangko, Kec. Tamalate, Makassar. Setelah sebelumnya, mendapat informasi bahwa tempat tersebut menampung orang yang mengalami penyakit yang sama.
Hingga saat ini, Sunarti merasa bahagia dan menjalani hidup dengan bahagia bersama suaminya.