Terkini.id, Jakarta – Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengubah penjenemaan (branding) rumah sakit umum daerah (RSUD) di Jakarta menjadi rumah sehat untuk Jakarta menuai kritikan dari DPRD DKI, khususnya PSI dan PDIP.
Menurut Sigit Widodo, perubahan nama tersebut adalah suatu kekeliruan. Pasalnya, di dalam Undang-Undang Kesehatan dengan jelas digunakan istilah rumah sakit, sedangkan rumah sehat digunakan untuk rumah warga yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Politikus PSI tersebut mengatakan bahwa sebaiknya Anies fokus untuk meningkatkan kualitas pelayanan di seluruh RSUD di Jakarta, ketimbang mengubah nama rumah sakit.
“Masyarakat pasti akan lebih mengapresiasi ketimbang cuma mengganti istilah yang bukan kewenangan Gubernur,” ujar Sigit seperti yang dilansir dari populis.id pada Jumat 5 Agustus 2022.
Sementara itu, Anggota Fraksi PDID DPRD DKI Gilbert Simanjuntak meminta Anies untuk tidak begitu saja mengubah nama rumah sakit milik pemerintah daerah ini sebelum membicarakannya dengan ahli tata bahasa.
- Koalisi Pendukung Anies Optimis Melaju hingga Tujuan Akhir, Demokrat Sumsel: Insya Allah Kita Akan Berjuang
- Wakil Ketua Majelis Syura PKS Sebut Ada Ketum Parpol Ingin Jadi Cawapres Anies
- Usulkan Calon Wapres untuk Anies Baswedan, Jusuf Kalla: Cocok Tambah Suara
- Relawan Anies Baswedan Gelar Safari di Kampung-kampung Kota Bandung
- Sebut Anies Dapatkan Banyak Gangguan Lahir Batin, 40 Ulama dan Tokoh Agama Lakukan Tirakat
“Secara nasional, RS masih singkatan rumah sakit, bukan rumah sehat. Artinya DKI tidak boleh sembarangan menggantinya tanpa membicarakan hal ini dengan ahli tata bahasa dan meminta pendapat dari Kemenkes,” kata Gilbert seperti yang dikutip dari Republika.co.id pada Jumat, 5 Agustus 2022.
Gilbert menilai, makna ganda yang dipakai Anies berupa rumah sehat dan rumah sakit yang digunakan swasta dan daerah lain akan membingungkan masyarakat.
Kendati demikian, ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi turut buka suara. Ia mengatakan seharusnya Anies membuat kebijakan dan trobosan yang berdampak positif ke masyarakat bukan kebijakan yang tidak memiliki urgensi.
“Yang terasa langsung gitu kesusksesannya di tengah masyarakat,” ujar Prasetyo.