Cerita Korban Selamat dari Serangan KKB Papua, ‘Kamp Penuh Darah’! Netizen: Komnasham Mana Suaramu
Komentar

Cerita Korban Selamat dari Serangan KKB Papua, ‘Kamp Penuh Darah’! Netizen: Komnasham Mana Suaramu

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Cerita seorang karyawan Palapa Timur Telematika (PTT) yang merupakan satu-satunya korban selamat dalam serangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kampung Janggeran, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, pada Rabu, 2 Maret 2022 lalu,  menyebut kamp yang menjadi tempat pembataian kedelapan temannya itu penuh dengan darah.

Pernyataan pria yang diketahui bernama Nelson Sarira tersebut membuat geram netizen, pasalnya hingga saat ini belum ada suara ataupun gerakan dari Komnasham dan pihak SJW (social justice warrior).

“Kalau kejadian seperti ini SJW tuli buta dan bloon,” tulis akun bernama @Mar33Cj, seperti dilihat dari Twitter, Selasa, 8 Maret 2022.

“Kemana suara KomnasHAM dan HAM internasional. Ini yang dibunuh orang sipil bukan militer. Kemana suaramu hai,” sambung akun bernama @mjpty58.

Cerita Korban Selamat dari Serangan KKB Papua, ‘Kamp Penuh Darah’! Netizen: Komnasham Mana Suaramu
Komentar netizen (Screen shot Twitter)

“@KomnasHAM mana suaramu, jangan mingkem kayak kecoa kejepit pintu,” timpal akun @Dee_riesnov.

DPRD Kota Makassar 2023

Cerita Nelson tersebut diungkap dalam sebuah video yang diunggah oleh seorang netizen bernama @03_nakula, dan viral di media sosial.

Dalam ceritanya itu, Nelson masih tampak terguncang atas kejadian yang menimpanya itu.

“Saat KKB mendatangi kamp, teman-teman sudah siap juga mau kabur. Tapi mereka (KKB) kepung kamp, lalu teman-teman saya digorok,” ungkap Nelson setengah tergagu.

Nelson juga menyebut, ketika ia kembali ke kamp semua temannya sudah dalam keadaan meninggal, dan kamp yang sudah dipenuhi dengan darah.

“Pagi itu juga, saya turun di kamp dan lihat semua teman saya (8 orang) sudah digorok,” tutur Nelson.

Ia pun menuturkan bahwa semua barang berharga milik mereka, seperti handpone dan laptop sudah tidak ada di tempat.

“Baru saya cek HP, laptop, semua sudah tidak ada. Darah semua di dalam kamp,” timpalnya.