Cholil Nafis Sebut Pernah Ditahan Gegara Awalan Nama Muhammad: Singapore jangan Berburuk Sangka, Perilaku ini Harus Diprotes
Komentar

Cholil Nafis Sebut Pernah Ditahan Gegara Awalan Nama Muhammad: Singapore jangan Berburuk Sangka, Perilaku ini Harus Diprotes

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan bahwa dirinya pernah ditahan di bagian imigrasi saat melakukan perjalanan ke Singapura pada tahun 2007 lalu.

Cholil Nafis menceritakan bahwa dirinya melakukan perjalanan dari Malaysia ke Singapura menggunakan kereta dan diintrogasi dua jam lebih di bagian imigrasi karena nama awalannya di paspor adalah Muhammad.

Dia menyampaikan bahwa seharusnya Singapura tidak berburuk sangka dengan orang-orang yang berawalan nama Muhammad dan nama Islami lainnya.

Lebih lanjut, Ketua Umum MUI itu menyampaikan bahwa tindakan seperti ini seharunya diprotes karena mendiskreditkan agama tertentu.

“Saya pernah tahun 2007 dari Malaysia naik kerata ke Singapore diintrogasi 2 jam lebih di imigrasi karena nama saya di paspor awalan Muhammad”, kata Cholil Nafis, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu 18 Mei 2022.

Cholil Nafis Sebut Pernah Ditahan Gegara Awalan Nama Muhammad: Singapore jangan Berburuk Sangka, Perilaku ini Harus Diprotes
DPRD Kota Makassar 2023
Baca Juga

“Singapore jangan berburuk sangka kepada warga negara tetangganya. Perilaku ini harus diprotes”, tulisnya lagi.

Sebelumnya, pendakwah kondang, Ustaz Abdul Somad atau UAS juga mengalami hal serupa yang dideportasi oleh Singapura, Selasa 17 Mei 2022 saat melakukan perjalalan wisata ke negara Singapura.

Kabar deportasi UAS juga mendapat komentar dari pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan bahwa UAS sebenarnya tidak dideportasi, tetapi hanya kena pencegahan.

Kendati demikian, Yusril mengatakan bahwa kabar ini perlu mendapat klarifikasi dari pemerintah Singapore sehingga kejelasan masalahnya dapat diketahui publik.

Menurutnya, kasus yang dialami oleh UAS lebih cocok disebut sebagai pencegahan, bukan deportasi karena UAS belum memasuki wilayah Singapura tapi masih berada di area imigrasi.

“Kalau UAS sudah melewati area Imigrasi dan diperintahkan meninggalkan negara itu, barulah Namanya deportasi”, kata Yusril Ihza Mahendra.

Namun, dia mengatakan bahwa hal ini perlu kejelasan dari pemerintah Singapura untuk menghindari Spekulasi dan salah paham antar negara.

Dalam konteks ASEAN Communitu yang hubungan erat antarwarta, Yusril mengatakan penolakan terhadap kehadiran UAS dapat menimbulkan tanda tanya dalam hubungan baik antar etnik Melayu dan Islam di Asia Tenggara.

UAS selama ini dikenal sebagai ulama garis lurus yang tidak aktif berurusan dengan kekuasaan dan hubungan antar negara.

Apalagi kehadiranUAS ke Sinagapura adalah untuk liburan, bukan untuk melakukan kegiatan ceramah, tabligh dan sejenisnya yang bisa menimbulkan kekhawatiran pemerintah Singapura.