Disebut Menghina NU, Dosen UIN ini Minta Maaf
Komentar

Disebut Menghina NU, Dosen UIN ini Minta Maaf

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Disebut Menghina Nahdlatul Ulama (NU) saat mengajar di kelas, Dosen Universitas Islam Negeri Jakarta ini minta maaf.

Dalam video yang dirilisnya, Dosen yang diketahui bernama Zubair mengaku menyesal telah membuat pernyataan yang menuai kontroversi tersebut.

Ia menyampaikan permintaan maafnya kepada NU dan Muhammadiyah. Dosen UIN itu mengaku menyadari bahwa pernyataannya telah menyinggung banyak pihak.

“Saya menyampaikan permohonan maaf yang setulusnya kepada seluruh umat Islam terkhusus kepada keluarga besar NU, karena kekhilafan dan kelalaian saya telah menyakiti hati dan perasaan mereka,” ujarnya dalam video yang dilihat, Rabu 3 November 2021.

Zubair menjelaskan bahwa pernyataan yang disampaikan dalam perkuliahan semata-mata untuk memberi contoh aliran-aliran akidah dalam Islam.

DPRD Kota Makassar 2023
Baca Juga

Ia mengaku tak bermaksud menghina NU, maupun paham Asy’ariyah yang diyakini warga Nahdiyyin.

Menurutnya, pernyataan itu ia sampaikan dengan maksud untuk memantik nalar kritis mahasiswanya.

“Penyebutan contoh tersebut semata untuk menggugah dan memancing nalar kritis mahasiswa agar berdiskusi lebih jauh memberi sanggahan dan komentar agar suasana kelas lebih hidup,” tandasnya.

Diketahui sebelumnya telah beredar video Zubair yang menyatakan NU kolot karena memegang mazhab akidah dari aliran Asy’ariyah.

Zubair juga mengkritik pemikiran mazhab Asy’ariyah yang dianut warga NU sehingga menyebabkan NU sulit maju.

“Asy’ariah itu membingungkan dan tidak produktif, tidak progresif, tidak inovatif, tidak kreatif bikin orang bodoh dan terbelakang itulah Asy’ariyah, makanya NU tidak maju-maju itu karena Asy’ariyah terlalu kuat,” ucap Zubair dalam rekaman video perkuliahan yang tersebar di media sosial.

“NU masih mau bernusantara ria. Budaya dihidupkan. Bagaimana mau maju, terikat sama budaya tradisional melulu. Jadinya sarungan terus,” sambungnya

Setelahnya, Zubair juga membandingkan NU dengan Muhammadiyah, yang dinilai lebih maju dan progresif, terutama di bidang pendidikan.

“NU itu merasa NKRI, tetapi tidak ada dia bangun kampus di tengah-tengah orang Kristen, sementara Muhammadiyah itu membangun universitas di Maluku, di Ambon, di NTT yang mayoritas Kristen bahkan di Papua,” pungkasnya.