Terkini.id, Jakarta – Mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Huatahaean menilai bahwa Presiden 2024 akan lebih berat mengurus perpecahan akibat intoleransi yang digaungkan beberapa pihak.
Beberapa pihak yang ia maksud, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan juga kaum intoleran, seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ferdinand Hutahaean menyampaikan hal itu di akun Twitter pribadinya pada Jumat, 31 Desember 2021.
“Presiden 2024 akan lebih berat mengurusi perpecahan akibat intoleransi yang digaungkan oleh politisi PKS dan kaum intoleran FPI HTI dan sejenisnya!!” katanya.
Ferdinand Hutahean mengatakan itu sebagai respons terhadap Presiden PKS, Ahmad Syaikhu bahwa siapa pun presiden selanjutnya akan dibebani oleh utang yang ditinggalkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
- Unggah Foto Bersama Ruhut Sitompul, Twitter Ferdinand Hutahaean Dibanjiri Ratusan Komentar
- Ferdinand Hutahaean: Selama Tidak Ada Bukti, Perkataan Anies Baswedan dan Pendukungnya adalah Omong Kosong
- Anies Baswedan Dipanggil KPK Terkait Formula E, Ferdinand Hutahaean Titip Pertanyaan
- Ferdinand Hutahaean ke Anies Baswedan: Sudahlah Lebih Baik Diam, Sudah Tak Berguna!
- Kamaruddin Sebut Hukum Rusak di Tangan Jokowi, Ferdinand Hutahaean: Fokus Kasus Brigadir J, Jangan Beropini Jauh!
“Utang akan bisa dibayar dari pendapatan dan laba yang didapat dari pembangunan yang bersumber dari utang dan investasi, bukan beban,” kata Ferdinand.
Dalam berita RMOL yang ditanggapi Ferdinand Hutahaean, dikatakan bahwa utang Indonesia per September 2021 telah mencapai angka yang sangat besar, yakni Rp6.711 triliun.
Ahmad Syaikhu pun mengatakan bahwa angka ini berarti dalam 10 tahun, pemerintahan Joko Widodo akan mewariskan tambahan utang negara lebih dari 7 ribu triliun.
Hal itu ia sampaikan dalam Pidato Kebangsaan Akhir Tahun 2021 yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube PKS TV pada Kamis, 30 Desember 2021.
“Siapa pun Pemimpin yang akan terpilih nanti di 2024, maka mereka akan mewarisi beban utang yang begitu besar,” kata Syaikhu.
Ia pun menilai bahwa utang negara yang besar tersebut akan menjadi penghambat bagi proses pembangunan nasional di masa yang akan datang.
Padahal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporannya telah memperingatkan berulang kali bahwa kondisi utang negara sangat rentan karena melampaui seluruh standar yang ditetapkan lembaga-lembaga keuangan internasional.
Risiko keuangan negara kita semakin rawan jika ada gejolak krisis ekonomi yang menimpa Indonesia.
Maka, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai bantalan fiskal akan menjadi rapuh dan lemah.
“Masalah utang negara bukan hanya tentang kesinambungan dan kesehatan fiskal, tetapi juga tentang keadilan antar generasi Utang negara yang semakin membesar, biaya pokok dan bunganya akan ditanggung oleh generasi-generasi mendatang,” kata Syaikhu.
“Ini menimbulkan isu ketidakadilan fiskal. Generasi terdahulu yang berhutang namun yang membayar dan memikul bebannya adalah generasi muda di masa akan datang,” tambahnya.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.