Terkini.id, Jakarta – Pemerintah memutuskan menggeser hari libur peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dari tanggal 19 menjadi 20 Oktober 2021. Kebijakan ini diambil sebagai langkah antisipasi munculnya kasus baru Covid-19. Jauh sebelum itu, ada pertanyaan yang selalu muncul menjelang hingga hari maulid ini tiba, yakni sebenarnya bagaimana hukum merayakan maulid ?
Dilansir dari republika, Senin 11 Oktober 2021, berikut ini hadits-hadits yang akan menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan seputar memperingati kelahiran Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman yang artinya “Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS Ali Imran ayat 31).
Dalam sebuah Hadits atas otoritas Aisyah, Nabi berkata: “Barangsiapa yang memperkenalkan sesuatu yang baru dalam Islam yang bukan miliknya, itu akan ditolak dan Allah SWT tidak akan menerimanya darinya. ” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah Nabi biasa menyebutkan dalam khutbahnya bahwa “Perkataan yang terbaik adalah Kitab Allah Yang Mahakuasa, dan sebaik-baik petunjuk adalah dari Muhammad dan yang paling buruk adalah bid’ah dalam agama dan bahwa setiap bid’ah agama adalah kesesatan. ” (HR Muslim).
- Roadshow Maulid di Tiga Kecamatan di Wajo, IAS Ditemani Dua Staf Ahli Bupati
- Bentuk Syiar, Majelis Taklim Masjid Al ikhlas Prima Griya Gelar Maulid Nabi
- Cela Kiyai Faisal, Habib Bahar Bin Smith: Percuma Kiyai Bodoh!
- Lomba TikTok Islami Ramaikan Perayaan Maulid Nabi di Tangerang
- Hadiri Maulid Nabi, Wali Kota Makassar Ingatkan Protokol Kesehatan
Tidaklah diriwayatkan secara autentik dari Nabi atau para khalifah yang mendapat petunjuk bahwa mereka merayakan hari lahir Nabi atau melakukan sesuatu untuk tujuan itu. Jika perayaan ulang tahunnya adalah hal yang baik, mereka akan melakukannya sebelum orang lain.
Dalam semangat menjalankan Sunnah Nabi dan mematuhi Alquran, umat Islam tidak boleh memperkenalkan hal apa pun yang bukan berasal dari Kitab Allah, Alquran, atau sunnah Nabi.
Jika mereka melakukannya, mereka akan gagal menerapkan sunnahnya dan menyampaikan pesannya, sementara menyibukkan diri dengan hal-hal sepele. Tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim, terlepas dari statusnya, untuk menyebarkan bid’ah atau mengamalkannya karena ini adalah norma para pendahulu yang saleh dan ditegaskan oleh para Imam terkemuka