Terkini.id, Manokwari – Warga dan mahasiswa di Manokwari, Papua Papua Barat, menumpahkan emosinya terhadap peristiwa pengepungan mahasiswa Papua yang terkesan rasis di Jalan Kalasan Surabaya, Jumat 16 Agustus 2019 lalu.
Atas peristiwa tersebut, Manokwari hari ini mencekam.
Sejumlah ruas jalan di Manokwari, Ibu Kota Provinsi Papua Barat, Senin 19 Agustus 2019 pagi sekitar pukul 08.00 WIT.
Salah satunya Jalan Yos Sudarso, yang merupakan jalan utama kota tersebut.
Warga juga menebang pohon, membakar ban, spanduk, dan semua yang bisa dibakar.
- Anggap Candaan Kopi Susu Megawati Rasis, Natalius Pigai: Saya Minta Ibu Megawati Menjelaskan Alam Bawah Sadarnya Itu
- Natalius Pigai: Sampai Detik Ini, Jokowi sebagai Presiden Tidak Pernah Punya Sikap untuk Hentikan Rasisme Orang Papua
- Tak Setuju dengan Panggilan 'Wan Abud', Yunarto Wijaya: Tindakan Berbau Menuju Rasis
- Rose Blackpink Jadi Korban Rasis di Amerika Serikat, Netizen: Orang Rasis itu Menunjukkan Kebodohannya Nggak sih?
- Minta Hentikan Provokasi Rasisme Terkait Oknum TNI AU, Anggota DPR: Jangan Sampai Narasinya Dibawa ke Sana
Lalu lintas pun lumpuh. Api berkobar di tengah-tengah jalan; asap hitam membumbung.
Dilansir dari Antara, seorang warga bernama Simon mengungkapkan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan masyarakat Papua terhadap pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Jumat 16 Agustus 2019 lalu.
Mahasiswa Papua tersebut dikepung dengan alasan dituduh merusak bendera merah putih yang dipasang di depan asrama. Meskipun buktinya tak jelas.
Dilansir dari tirto.id, Mapolresta Surabaya tak menersangkakan satu pun mahasiswa atas isu yang dituduhkan.
Saat dikepung itu, para pengepung–termasuk TNI–bertindak rasis. Salah satu dari mereka mengatakan “anjing! babi! monyet! keluar lu kalau berani! hadapi kami di depan!”
Polisi bahkan memaksa masuk asrama dengan kekuatan penuh. Gas air mata dilontarkan. Empat mahasiswa terluka karenanya.
Dalam program breaking news Kompas TV, Karopenmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan kejadian di Manokwari merupakan “spontanitas masyarakat dan mahasiswa.”
Tapi sebetulnya tidak sespontan itu juga. Sebab, setelah kejadian di Surabaya, beberapa aktivis Papua telah menyebar beberapa poster seruan aksi.
“Besok monyet turun ke jalan seruan” tulis seruan aksi, lalu, “kami dipandang monyet. Dan monyet-monyet itu akan segera turun ke jalan. Anda yang merasa harga diri hancur segera gabung.” “Kita akan desak Indonesia tinggalkan kami.”
“Tanpa kita bersatu, kita tidak akan menang,” demikian tulis salah satu poster yang tersebar di media sosial. Lalu, pada poster yang sama juga tertulis: “bersatulah monyet-monyet, lawan bangsa manusia yang menjajah!”.
Pada poster tersebut tergambar monyet memegang bendera. Poster lainnya bergambar monyet memegang bendera bintang kejora atau The Morning Star.
Ada pula foto viral seorang Papua memegang poster bertuliskan: “kalau kami monyet, jangan paksa monyet kibarkan merah putih.”
Ambrosius, aktivis dari Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se Indonesia (AMPTPI), mengaku “muak” dengan perlakuan rasis terhadap dia dan kawan-kawannya.
“Kami datang ke Jawa sini bukan untuk cari kerja, bukan untuk cari makan. Kami menumpang kuliah saja. Sementara orang-orang yang datang ke Papua mereka cari kerja dan cari makan di tanah kami, tapi kami tidak rasis seperti itu. Biasa-biasa saja,” kata Ambrosius di Menteng, Sabtu (18/8/2019) kemarin.
Aktivis Forum Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRI-West Papua) Surya Anta mengatakan sikap rasis seperti itu membuat “mental orang Papua makin rendah.”
Selain demo dan memblokir jalan, warga juga membakar Gedung DPRD Provinsi Papua Barat yang terletak di Jalan Siliwangi–yang biasa dipakai untuk sidang paripurna.
“Benar gedung DPRD dibakar,” kata seorang demonstran dan aktivis mahasiswa Mikael Kudiai kepada reporter Tirto. Ia bilang warga membakar gedung ini sebagai “bentuk kekecewaan, penyesalan, dan lain-lain terhadap negara.”
Dalam pengepungan mahasiswa kemarin, suara anggota DPRD Papua Barat memang tidak terdengar. Padahal Ketua MUI Papua Saiful Islam Al-Payege menyerukan kepada seluruh anggota DPRD untuk “lebih memperhatikan nasib mahasiswa Papua di Surabaya.”
Anggota DPRD Papua Barat dari PKS Mugiyono mengatakan jalan menuju DPRD sudah ditutup. “Dan TNI sudah turut ikut mengamankan,” katanya kepada reporter Tirto.
Demonstrasi hanya terjadi di Manokwari. Sro’er Louw Asmuruf AP, aktivis mahasiswa dari University of Science and Technology Jayapura, kepada reporter Tirto memastikan kondisi di “Jayapura masih kondusif. Masih terkontrol.”