Terkini.id, Jakarta – Pegiat media sosial, Dede Budhyarto alias Kang Dede menanggapi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang berkata jangan pernah mematikan kritik.
Kang Dede mengindir bahwa apa yang diucapkan Anies Baswedan selalu tidak sesuai dengan kenyataan.
“Selalu, yang diucapkan Gubernur Anies Baswedan tidak sesuai dengan fakta,” kata Kang Dede melalui akun Twitter pribadinya pada Jumat, 28 Januari 2022.
Ia memberikan contoh soal apa yang terjadi usai seorang politisi mantan vokalis mengkritik Anies Baswedan.
“Contoh: dikritik Politisi mantan Vocalist langsung kelimpungan sampai harus undang Band itu check sound,” kata Kang Dede.
- Rezki Mulfiati Turut Dampingi Anies Baswedan Hadiri Silaknas ICMI
- Makan Siang Bareng Jokowi, Anies Baswedan: Terima Kasih Atas Jamuan dan Bincang-bincangnya!
- Bacapres Ini Ungkap Isi Pertemuannya dengan Presiden Jokowi Bersama Bacapres Lainnya
- Megawati Pilih Mahfud MD Pendamping Ganjar, Sandiaga Uno Mengaku Merasa Sedih
- Gagasan Anies Baswedan Soal Satu Ekonomi dan Harga Setara di Indonesia
“Yang terbaru, akun IG mantan vocalist itu hilang diserbu pendukungnya. Mlegedezzzz,” sambungnya.
Dilansir dari berita Kompas yang dibagikan Kang Dede, Anies Baswedan mengatakan jangan pernah mematikan kritik yang muncul dari setiap kebijakan publik.
“Jangan pernah mematikan kritik. Kalau kita matikan kritik maka mematikan proses pembelajaran,” katanya dalam “talkshow” soal tata kelola pemerintahan di Balai Kota Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis, 27 Januari 2022.
Dalam bincang-bincang yang juga disiarkan melalui akun YouTube Pemprov DKI Jakarta itu, Anies mengatakan bahwa setiap kebijakan publik akan melahirkan perdebatan yang di dalamnya ada juga proses edukasi.
“Justru dari situ publik bisa mengetahui (kritik) mana yang berbobot, mana yang tidak perlu diambil pikiran, gagasannya,” jelasnya.
Demikian pula dalam penyelesaian masalah di Jakarta, kata dia, ada banyak yang bisa dijadikan rujukan di Indonesia.
Namun, Anies Baswedan juga menyayangkan kecenderungan yang dijadikan rujukan kritik selama ini adalah yang menggunakan ketenaran.
“Kita kecenderungannya menggunakan yang tenar bukan menggunakan yang baik, tidak selamanya yang tenar itu bisa jadi rujukan, yang justru kita ambil adalah yang praktik baik, yang belum tentu tenar,” ucapnya.