Terkini.id, Jakarta – Muhammad Yahya Waloni baru ini mengungkapkan penyesalannya terkait video ceramahnya yang beredar di media sosial.
Terdakwa ujaran kebencian dan penistaan itu meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menghapus video ceramahnya
Yahya Waloni mengaku, tidak ingin video ceramahnya yang berisi ujaran kebencian dan penistaan terhadap agama beredar di media sosial.
Hal itu diungkapkan saat menyampaikan pembelaannya secara lisan dalam sidang pembacaan tuntutan secara virtual pada Selasa 28 Desember 2021.
“Saya memohon kepada hakim yang mulia, semua konten video saya terkait ketersinggungan dan telah menyakiti dan telah melukai perasaan saudara-saudara saya kaum Nasrani tolong bekerja sama dengan Kominfo untuk dihapus,” ujar Yahya dikutip dari Pikiranrakyat.com Rabu 29 Desember 2021.
- Muhammad Kece Resmi Divonis 10 Tahun Penjara, Warganet Bandingkan Dengan Yahya Waloni: Hukum di Negeri Ini Sudah Tidak Ada Artinya Lagi!
- Lagi! Megawati Sindir Pemuda Indonesia, Ustadz Yahya Waloni: Waspada! Nenek-nenek itu Biangkerok Perpecahan di Indonesia
- Berani! Pria Ini Tegas Mengatakan Jika UAS dan Yahya Waloni Bangsat
- Tertawai Yahya Waloni Mualaf, Pendeta Saifudin: Apes Lu Masuk Penjara
- Sudah Sadar, Pendakwah Yahya Waloni: Orang Kristen yang Bawakan Saya Makanan di Penjara
Yahya Waloni mengaku khilaf terkait ujaran-ujaran kebencian dan mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang disampaikan dan diunggah di media sosial.
Dia menyebut, ujaran-ujaran tersebut bukan berasal dari dirinya yang dibesarkan dengan pendidikan yang layak.
“Setelah saya mendengar, melihat dan sekaligus disadarkan oleh bareskrim, itu saya merasa itu bukan pribadi saya yang berbicara,”
“Saya merasa bodong, merasa orang yang tidak berpendidikan,” ujar Yahya Waloni.
Menurutnya, penjara menjadi universitas yang memberikannya pendidikan lagi tentang arti keberagaman dan menghormati pemeluk antar umat beragama.
Selama di penjara, dia menyadari satu hal ketika menjadi imam di dalam penjara, menjadi khatib di dalam penjara, dan memimpin umat di dalam penjara yang diisi oleh berbagai lapisan di masyarakat dengan berbagai macam keberagaman dan keagamaan.
“Dan mereka senang kepada saya, bahkan saya baru menyadari arti dari pada kebersamaan itu, toleransi keberagaman, itu justru kesalahan yang saya lakukan,” tuturnya.