Mantan komisioner KPK dan Dosen pasca sarjana Universitas Djuanda Bambang Widjojanto menyebutkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerjadapat dituding sebagai salah satu perilaku koruptif dari kekuasaan.
Menurut mantan komisioner KPK ini, Perpu Ciptaker ini makin menegaskan wajah otoritarianisme penguasa.
Bambang Widjojantomengatakan penerbitan Perpu Ciptaker tidak berpijak pada kewarasan yang berpucuk pada kehendak kuat rakyat. Dia menyebut Perpu ini sangat sombong dan menantang keputusan Mahkamah Konstitusi.
“Perpu ini sangat sombong dan menantang PutusanMKyang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat yang mensyaratkan dilakukannya pelibatan partisipasi publik penuh,” kata Bambang dalam keterangannya, Senin, 2 Januari 2023, dilansir tempo.co.
Pada 25 November 2021, MK memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atauUU Cipta Kerjacacat secara formil. Lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama 2 tahun.
- Hari Ini, Wamenkumham Datangi KPK Berikan Klarifikasi Soal Gratifikasi Rp 7 Miliar
- Polisi Klaim Dalami 15 Senjata Api yang Ditemukan di Rumah Dito Mahendra
- Wamenkumham Sebut Dugaan Korupsi yang Dituduhkan IPW Terhadapnya Tendensius
- Interpol Indonesia Belum Terima Informasi Terkait Keberadaan Buronan KPK
- Pj Sekda Sulsel dan Kasatgas Satu AKBU KPK RI Bahas Anti Korupsi Bagi Pelaku Usaha
UU Cipta Kerja, dalam pertimbangan putusan MK, disebut cacat formil karena proses pembentukannya yang tidak didasarkan pada cara dan metode pembentukan UU.
Pembentukan UU Cipta Kerja juga diwarnai perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden.
Adapun keputusan pemerintah menerbitkan Perpu disebut Bambang sebagaistate captured corruption. Perpu dapat dikualifikasi sebagai sikap dan perilaku yang bersifat melecehkan, menyepelekan, dan mendekonstruksi marwah serta kehormatan MK.
Di sisi lain, Bambang mengatakan klaim adanya kegentingan memaksa sehingga Perpu perlu diterbitkan sangat prematur dan tidak materiil.
Dia menyebut ada manipulasi argumentasi yang sangat fundamental dalam Perppu seolah-olah ada kegentingan yang memaksa dan kekosongan hukum.