Inilah halaman baru peradaban manusia di zaman gelombang elektron. Semua dinilai dengan pulsa dan data.
Belumlah menjadi wabah dalam dua puluh tahun. Tapi, dia telah menghapus jejak anak tangga ratusan, bahkan dua ribu tahun.
Logika menjadi lumpuh dalam empat belas hari. Pendidikan kemanusiaan menjadi sampah tak berguna.
Teori ekonomi soal produsen dan konsumen membuat manusia berubah menjadi serigala, menjadi singa, menjadi hiu dan fredator jiwa-jiwa yang lemah.
Masker menjadi emas
Pembersih tangan menjadi berlian
ADP menjadi mutiara
Diperebutkan bagai mata air di tengah gurun. Mengenangkan kita pada kisah sumur yahudi dan dermawan utsman bin affan.
Padahal sejak dahulu, pada zaman batu, kemanusiaan dijunjung tinggi di atas logika solidaritas pengorbanan kematian. Tapi, rupanya, semua tak berlaku bagi musim wabah ini.
Jika aku bisa hidup
Biarlah kau mati
sungguh biadab manusia ini…
Orang ramai berkeliaran
Mengejek perintah pemerintah
Orang harus hidup katanya
Orang-orang, memilih sikap bebal
Mereka memilih punah dari miskin sehari
Sabda nabi diabaikan
Fatwa ulama tak diacuhkan
Sebagian yang lain
Memilih menggunting di dalam lipatan
Menjadi duri di dalam daging
Atas nama politik dan uang kesejahteraan pribadi
Dikipasinya keadaan sulit ini
Dengan kipas api dari dendamnya
Wahai orang-orang yang tak takut wabah,
Lihat keluar jendela
Haruskah ambulans itu berubah menjadi konvoi truk tentara membawa jazad-jazad menuju lahat
Jazad-jazad yang masih berdetak jantungnya dalam kantung-kantung mayat.
Tentang seribu bayangan kematian yang mengintai
Nurani kita sedang diberitahu;
senjata-senjata berat takkan bisa menaklukkan musuh yang tak dikenal.
Kesombongan alat perang menjadi besi-besi tua tak berguna esok hari
Lihatlah matahari esok pagi
Lihatlah ke halaman rumah
Setangkai dua tangkai bunga bermekaran
Membawa kabar baru dan kisah kisah lama
Wabah Eropa
Wabah Timur Tengah
Wabah Afrika
Wabah Amerika
Wabah Kolonial
Wabah otak bebal
wabah hati mayat
Semua berawal cerita dan berujung kisah Tapi, seratus ratus tahun sepertinya membuat kita malas membuka lembar buku sejarah.
Orang-orangbebal lebih memilih tidak mau tahu dengan bergelas kopi dan konvoi-konvoi tak becus di jalan raya.
Karnaval dan kenduri pemujaan setan di tempat hiburan. Menulis fitnah dan caci maki soal mata uang yang kita pahami akarnya bersama.
Protes membahana soal Ibadah di masjid
Padahal di gereja dan vihara, kelenteng dan kuil, tak pernah mereka tampak.
Tuans bertuhan yang mana?
Seribu bayangan kematian mengintai di udara
Seperti mata tombak zaman batu
Ketika orang-orang berseliweran dan berburu hewan santapan. Cawat kulit kayu. Mahkota dari kerang-kerang laut. Jerat dan racun di ujung tombak.
Ketika zaman berubah menjadi peradaban elektron dan pulsa data
Ternyata sama saja di musim wabah ini dari dahulu. Siapa kuat, dia jadi pemangsa. Tapi tak lagi membawa panah dan pisau batu.
Orang-orang bebal itu membawa kematian orang lain pada matanya. Dia adalah penyebar wabah yang nyata. Manusia lain adalah konsumen. Dan merekalah produsen janji keamanan nyawa.
Ditimbunnya
Ditimbunnya
Ditimbunnya
Lalu diangkat harganya ke udara. Dia menjelma menjadi wabah yang nyata
Merekalah hama nusa bangsa.
Tembak di kepala!
Kuburkan dia dengan menggunakan cawat saja
Bagai dahulu
saat tak ada sekolah hati nurani
Saat manusia berpindah dari goa ke goa
Menyeret-nyeret daging dendeng hasil buruannya
Daging manusia lain di luar sukunya
Yang dipenggal dengan sembilu
Tanpa perikemanusiaan
Seperti penunggang hama di republik ini.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.