Terkini.id, Jakarta – Politisi Partai Demokrat, Syahrial Nasution menanggapi berita soal nasib pilu para guru honorer di Indonesia yang harus hidup dengan gaji kecil.
Syahril Nasution menyindir bahwa selagi para guru honorer ini hidup kesulitan, para petinggi negeri ini sibuk mengurusi proyek stempel radikal.
“Petinggi negeri ini sibuk mengurusi proyek stempel radikal,” katanya melalui akun Twitter Syahrial_nst pada Sabtu, 18 September 2021.
“Pendapatannya akan terdongkrak jika berada di barisan itu,” sambung Syahrial Nasution.
Padahal, lanjutnya, nasib para guru honorer yang dipecat setelah puluhan tahun mengabdi merupakan ujung tombak nasionalisme.
- Politisi Demokrat Pilih Dukung Husniah - Darmawangsyah, Percaya Bisa Dukung Pemberdayaan Perempuan
- Politisi Demokrat: Era SBY BBM Naik 2 Kali dan Jokowi 7 Kali
- Politisi Demokrat Kaitkan Subsidi BBM Dengan IKN, Sebut Proyek Buat Sombong: Nggak Penting
- Politisi Demokrat: Kasus FS Agar Dijadikan Momentum Polri untuk Membersihkan Kejahatan Terorganisir
- Politisi Demokrat Pertanyakan Soal Kasus Brigadir J: Apakah Kapolri Telah Membuka Kasus ini Seterang-terangnya?
“Proyek mulia tak ternilai,” kata Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan (Baltbang) Partai Demokrat itu.
Dilansir dari betita Detik News yang dibagikan Syahrial, nasib guru honorer memang bikin hati pilu.
Banyak guru honorer yang sudah mengabdi selama puluhan tahun, namun masih ada yang menerima gaji hanya Rp200 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan.
Demi mengubah nasib, para guru honorer ini harus menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun hal ini pun tak semudah yang dipikirkan.
“Mereka digaji Rp 200 ribu-Rp 300 ribu gimana mau bicara kompeten,” kata Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rasidi pada Jumat, 17 September 2021.
“Lalu mereka yang mengabdi puluhan tahun ini untuk bisa dikatakan kompeten harus lulus dengan passing grade sekian, sungguh tidak masuk akal,” lanjutnya.
Peluang para pahlawan tanpa tanda jasa ini untuk mengubah nasib melalui tes PPPK relatif kecil.
Unifah mengaku mendapat banyak pengaduan guru honorer yang tak lolos tes PPPK.
Ia mengatakan, seleksi PPPK yang diterapkan tidak berpihak pada mereka yang telah lama mengabdi. Pasalnya, semua guru honorer diperlakukan sama.
Kebijakan itu, kata Unifah sungguh tidak berpihak kepada honorer, sangat berbeda dengan kebijakan dua tahun sebelumnya.
“Dua tahun sebelumnya adalah waktu K2, adalah rekrutmen berdasarkan, dipisah honorer itu diutamakan 35 tahun ke atas PPPK, dites sesama honorer, dan mereka yang daerah terpencil,” ungkapnya.
Kalau sekarang, kata Unifah, semua guru honorer disamakan dengan alasan kualitas ditentukan tes.
“Sementara kita sendiri, sudah menolak yang namanya tes ujian nasional untuk menentukan kualitas. Nah sekarang balik lagi,” ujarnya.
Menurut Unifah, hal itu tidak manusiawi. Seharusnya dibedakan guru honorer berdasarkan usia dan masa kerja.
“Jadi bagi yang tua, yang sudah puluhan tahun, diperlakukan sama, sungguh tidak manusiawi, sungguh tidak mempunyai hati,” kata Unifah.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.