Terkini.id, Jakarta – Cukai rokok naik, bisa menjadi dampak baik bagi masyarakat. Yakni dapat mengurangi beban kesehatan masyarakat miskin terutamanya. Kamis, 19 September 2019.
Berdasarkan data yang dihimpun Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), anggaran keluarga miskin menjadi lebih hemat dan sehat apabila cukai rokok naik.
Perekonomian keluarga miskin saat ini terkuras akibat selalu belanja rokok. Ditambah juga biaya kesehatan untuk pengatasan penyakit yang disebabkan oleh tembakau. Dengan harga rokok yang tidak terjangkau, maka itu semua akan membuat masyarakat miskin mengurangi belanja rokok.
“Ada penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kematian terkait tembakau. Contohnya saja penyakit jantung iskemik, kardiovaskular, tuberkulosis, diabetes, dan penyakit pernapasan kronis,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Anung Sugihantono di Gedung Kemenkes, Jakarta, dirilis dari liputan6.com.
Dalam upaya menaikkan cukai rokok, yang mana harga rokok mahal dinilai mengurangi konsumsi rokok sehingga beban anggaran kesehatan untuk mengobati penyakit terkait tembakau berkurang.
- Viral, Mahasiswa Baru di Kampus Unismuh Makassar Dianiaya Senior
- Dosen dan Mahasiswa Teknik Listrik PNUP Gelar Pelatihan Automasi Industri untuk Siswa SMK
- Gakkum KLHK Sita Satwa Liar yang Dilindungi, Dua Penadah di Makassar Diamankan
- Hewan Kurban di Makassar Pakai Barcode untuk Ketahui Kesehatan
- Wali Kota Parepare Taufan Pawe Tegaskan Seluruh Kebijakan Harus Berdasarkan Data
“Penyakit terkait tembakau pun juga jadi penyebab kematian. Ya, makanya, harga rokok harus mahal. Agar pembiayaan kesehatan tidak besar,” tambah Policy and Planning Specialist CISDI Yurdhina Meilissa.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006-2017 menemukan, rokok menempati posisi kedua pada daftar pengeluaran rumah tangga tertinggi di kelompok masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan. Hal ini menyasar pada masyarakat yang berpendapatan 40 persen terendah.
Keluarga miskin pun tidak dapat mencapai asupan kalori harian minimal karena belanja makanan tersedot belanja rokok.
“Harga rokok harus naik dua kali lipat, terutama rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM),” jelas Abdillah Ahsan selaku Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia.
Jenis rokok SKM menduduki 73 persen pangsa rokok terbesar, menurut data Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Survei Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) pada 2018 menemukan, harga rokok Rp60.000 sampai Rp70.000 dinilai ampuh menurunkan jumlah perokok.
Perokok bisa saja malah berhenti merokok karena harga rokok yang terbilang sangat mahal.