Terkini, Makassar – Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, menilai kebijakan pemerintah terkait pelantikan kepala daerah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, berdasarkan keputusan MK, pelantikan kepala daerah seharusnya dilakukan serentak setelah seluruh proses sidang sengketa hasil Pilkada selesai.
Namun, pemerintah justru menerapkan skema pelantikan terpisah. Kepala daerah yang tidak memiliki sengketa di MK akan dilantik pada 6 Februari 2025, sementara mereka yang masih berperkara harus menunggu hingga sidang selesai.
Kebijakan ini juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024.
“Begitu amanat putusan MK. Saya bukan pemutus undang-undang, saya hanya menyampaikan bahwa aturan tersebut seharusnya dijalankan,” kata Danny Pomanto, Jumat 31 Januari 2025.
- Inovasi Otomasi Rasio Slag Furnace PT Vale Indonesia Raih Gold Achievement di OPEXCON 2025
- Wakil Wali Kota Makassar Dorong Sinergi Lintas Sektor untuk Percepatan Pengentasan Kemiskinan
- Andi Sudirman-Fatmawati Bawa Sulsel Raih Penghargaan Nasional Penurunan Stunting Terbaik
- Pemkot Makassar Dapat Tawaran Pembangunan Stadion Untia dari Investor Singapura
- Bupati Jeneponto Hadiri Rakor Percepatan Penyelesaian Isu Strategis Pertanahan dan Tata Ruang
Danny Pomanto sendiri merupakan salah satu dari 13 kepala daerah yang mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Pilkada. Ia menilai bahwa undang-undang tersebut merugikan kepala daerah karena tidak memberikan jaminan masa jabatan penuh selama lima tahun.
“Saya salah satu pemohon uji materi di MK. Putusan MK sebelumnya sudah menegaskan bahwa pelantikan harus dilakukan serentak. Itu yang menjadi dasar gugatan kami,” tegasnya.
Di Sulawesi Selatan sendiri, termasuk Kota Makassar, pelantikan kepala daerah kemungkinan besar akan tertunda karena adanya gugatan yang masih berlangsung di MK.
“Untuk Makassar dan Sulsel, tidak ada masalah karena ada gugatan yang sedang berjalan di MK. Saya kira undang-undang dibuat untuk ditaati,” ujar Danny.
Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah
Keputusan pemerintah untuk tetap melakukan pelantikan kepala daerah secara terpisah memicu kritik dari berbagai kalangan. Putusan MK yang mengamanatkan pelantikan serentak dinilai mengikat dan seharusnya menjadi dasar bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan.
Namun, dengan adanya pelantikan terpisah ini, muncul dugaan bahwa pemerintah tidak sepenuhnya menghormati putusan MK. “Jika MK sudah memutuskan pelantikan serentak, mengapa pemerintah tetap menjalankan kebijakan berbeda? Ini bisa menjadi preseden buruk bagi kepatuhan terhadap konstitusi,” ujar seorang pakar hukum tata negara yang enggan disebutkan namanya.
Sejumlah kepala daerah yang terdampak kebijakan ini kini tengah mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut jika pemerintah tetap bersikeras melantik secara terpisah. Polemik ini pun menambah ketidakpastian politik di daerah-daerah yang masih menunggu kepastian pelantikan.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.
