Mitra Terkini
Terkini.id, Jakarta – Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengaku risih saat dipanggil yang mulia di luar sidang. Hal itu ia sampaikan pada seminar di UNS yang disiarkan melalui YouTube MK pada Jumat 3 Desember 2021.
Sebelum menjadi Hakim MK pada 2017, Saldi banyak bergelut dalam dunia kampus. Saat ini, ia merupakan gurus besar Universitas Andalas, Padang, dengan fokus keilmuan pada hukum tata negara.
Dalam acara seminar tersebut Saldi awalnya menanggapi pro-kontra UU Ciptaker. Pasalnya, menurut Saldi, UU tersebut cacat secara formil.
“Itu baru kami Mahkamah Konstitusi memeriksa apakah proses pembentukannya sesuai konstitusi atau tidak. Belum masuk substansi. Ini kalau masuk substansi, tebal sekali,” ungkap Saldi.
Dalam putusan itu, MK memutuskan UU Cipta Kerja cacat formil sehingga inkonstitusional bersyarat dengan kewajiban merevisi maksimal dua tahun ke depan.
- Airlangga Sebut UU Cipta Kerja Beri Kemudahan Bagi Masyarakat untuk Dirikan Koperasi
- Dampak UU Cipta Kerja, Partai Buruh Pastikan 10 Tahun ke Depan Perbudakan Modern Merajalela
- DPR akan Sahkan Revisi UU PPP Hari Ini
- AHY Kembali Singgung UU Cipta Kerja Tidak Transparan dan Lahir Dari Ruang Gelap: Itulah Mengapa Demokrat Walk Out!
- Soal Presidential Threshold, Pengamat: Bila Jokowi Mau, Ini Urusan Mudah
Dalam kesempatan itu juga, Saldi meminta agar tidak memanggilnya ‘yang mulia’ di luar sidang sebab bisa membuat jarak hakim dengan masyarakat.
“Sebenarnya kami risi apabila masuk kampus masih dipanggil ‘yang mulia’,” ucap Saldi dikutip dari Detik.com.
“Jadi ini kesempatan bagi kami meninggalkan semua simbol yang dilekatkan di ruang sidang itu. Mungkin setelah ini, Mas Fajar panggil sudahlah, Prof Saldi, Prof Aswanto, tanpa yang mulia-yang mulia itu. Karena berat sekali itu. Jadi sulit bergurau dengan adik-adik mahasiswa,” ucap Saldi.
Sebagai orang yang besar dari dunia kampus, Saldi juga menyarankan agar dunia pendidikan tidak terlalu fobia dengan dunia politik. Selama masih dalam koridor akademik, tidak perlu dipermasalahkan.
“Kita terlalu fobia, tidak boleh politik di kampus. Di negara-negara ,maju, pemimpin besar debatnya diadakan di kampus. Nggak apa-apa. Oh misalnya dosen ini pro ke calon ini, dosen itu pro ke calon itu, sepanjang itu dalam perdebatan akademik, silakan saja,” tuturnya.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.