Terkini.id, Jakarta – Politisi Partai Demokrat, Taufik Rendusara menanggapi soal pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Panser Utara yang terletak di Kalimantan.
Ia mengatakan bahwa agar keadilan sosial tercapai, Republik Indonesia membutuhkan presiden baru, bukan Ibu Kota baru.
“Agar Keadilan Sosial tercapai republik ini butuh presiden baru bukan ibukota baru,” kata Taufik Rendusara pada Rabu, 19 Januari 2022.
Bersama pernyataannya, Taufik Rendusara membagikan cuitan akun resmi Tirto.id terkait pengesahan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Baru atau RUU IN.
Dilansir dari berita Tirto yang ditanggapi Taufik Rendusara, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan RUU IKN menjadi UU dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa, 18 Januari 2022.
- Politisi Demokrat Pilih Dukung Husniah - Darmawangsyah, Percaya Bisa Dukung Pemberdayaan Perempuan
- Politisi Demokrat: Era SBY BBM Naik 2 Kali dan Jokowi 7 Kali
- Politisi Demokrat Kaitkan Subsidi BBM Dengan IKN, Sebut Proyek Buat Sombong: Nggak Penting
- Politisi Demokrat: Kasus FS Agar Dijadikan Momentum Polri untuk Membersihkan Kejahatan Terorganisir
- Politisi Demokrat Pertanyakan Soal Kasus Brigadir J: Apakah Kapolri Telah Membuka Kasus ini Seterang-terangnya?
Proses pengesahan RUU IKN ini hanya butuh waktu kurang dari 1 bulan (dihitung hari kerja dan dikurangi masa reses) sejak Panitia Khusus RUU IKN terbentuk pada 7 Desember 2021.
“Karena dari 9 fraksi, satu yang tidak setuju. Artinya bisa kita sepakati bahwa 8 fraksi yang setuju, artinya bisa dapat kita setujui,” kata Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam sidang paripurna.
Proses pengesahan RUU IKN ini tentu tidak lepas dari kritikan berbagai pihak. Salah satunya dari Manajer Kampanye Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Wahyu Perdana.
Wahyu menilai pembangunan IKN di Kaltim berpotensi menyebabkan berbagai persoalan lingkungan, seperti persoalan hidrologi air, flora-fauna, daya dukung dan daya tampung lingkungan terhadap ekosistem.
“Ada pengabaian hak masyarakat dan lingkungan hidup. Catatan itu mudah dilihat dari kajian lingkungan hidup strategis (KLHS),” ujar Wahyu pada Selasa, dilansir dari Tirto.
Menurutnya, sistem kebut-kebutan DPR dan pemerintah dalam mengesahkan RUU IKN ini kontras dengan RUU lainnya yang memiliki urgensi untuk publik, seperti RUU TPKS dan RUU Masyarakat Adat.
“Sulit untuk menghindari kesan dan indikasi adanya tukar guling politik. Melihat kepemilikan konsesi yang berhubungan dengan politisi besar negeri ini,” ujarnya.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.
